
Peradaban Islam dan Transformasi Bangsa: Perspektif Sejarah dan Masa Depan
Oleh:
Avicenna Al Mauududdy, M.Hum
Magister Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
PENDAHULUAN
Peradaban di dalam bahasa Inggris adalah civilization. Secara umum peradaban itu merupakan bagian dari kebudayaan yang tinggi dan lebih maju, sedangkan arti yang lebih luas adalah kumpulan sebuah identitas terluas dari seluruh hasil budi daya manusia yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia baik fisik seperti bangunan-jalan, maupun non fisik seperti nilai-nilai tatanan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara defenisi dari sejarah sendiri adalah berasal dari bahasa arab yakni syajaratun yang memiliki arti pohon. Maksudnya kehidupan manusia jika ditelaah secara sistematis hampir mirip dengan pohon yang mempunyai cabang dan ranting yang bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh lalu berkembang, dan akhirnya layu dan tumbang. Ada juga yang beranggapan bahwa sejarah diadopsi dari bahasa Yunani Istoria yang merupakan kata asal dari bahasa Latin Historia, bahasa Perancis Histoire dan bahasa Inggris History yang mulanya berarti pencarian, penyelidikan, penelitian. Dari istilah orang-orang Yunani memberikan arti tambahan pada arti kata itu, yaitu suatu catatan atau cerita dari hasil pencarian. Kemudian dalam bahasa Jerman istilah sejarah adalag Geshichte, yang berasal dari kata geshcheben yang berarti terjadi di masa lampau.[1] Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.[2]
Sedangkan Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muahammad SAW untuk umat di seluruh dunia. Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Manusia yang memeluk agama Islam disebut dengan muslim. Dapat diketahui bahwa peradaban dunia hadir semenjak manusia ada di muka bumi, namun melalui Islam peradaban manusia menjadi lebih sempurna, dan agama Islam mengembangkan peradaban manusia melalui pendidikan.
Dari beberapa defenisi di atas, kemudian dapatlah disimpulkan bahwasanya sejarah peradaban Islam bisa didefenisikan sebagai pengetahuan mengenai proses permulaan, perkembangan, hingga kemajuan sebuah negara serta aspek-aspek yang terdapat di dalamnya seperti kebudayaan melalui agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.[3] Dalam kata lain, sejarah peradaban Islam adalah pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam dari waktu ke waktu sejak Islam hadir di muka bumi hingga sekarang.[4]
Pengertian di atas menunjukkan bahwa sejarah peradaban Islam menjadi suatu ilmu yang dapat dipelajari oleh siapa saja. Sebagai sebuah ilmu, tentunya sejarah perabadan Islam mempunyai manfaat bagi orang-orang yang mempelajarinya. Adapun tulisan ini akan membahas mengenai kegunaan serta manfaat sejarah peradaban Islam bagi bangsa.
KEGUNAAN SEJARAH
Sebelum masuk membahas manfaat dari sejarah peradaban Islam, akan lebih baik mengetahui dan mengerti bagiamana kegunaan mempelajari sejarah secara umum terlebih dahulu. Kuntowijoyo menjelaslan sejarah tidak akan dipelajari jika tidak ada manfaatnya. Sebagaimana nyatanya, sejarah terus ditulis dan dipelajari dari waktu ke waktu membuktikan bahwa sejarah itu perlu dan memiliki kegunaan bagi kehidupan manusia. Kuntowijoyo juga menerangkan bahwasanya ada dua kegunaan dari mempelajari sejarah, yang pertama kegunaan sejarah secara intrinsik dan yang kedua kegunaan sejarah secara ekstrinsik. Sejarah secara intrinsik sangatlah berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terutama untuk pengembangan ilmu sejarah itu sendiri. Sementara secara ekstrinsik sejarah telah memberikan nilai-nilai dan inspirasi terhadap perjalanan umat manusia.
- Guna Intristik Sejarah
Setidaknya ada tiga kegunaan sejarah secara intrinsik, yaitu: sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai alat untuk mengetahui peristiwa masa lampau, dan sejarah sebagai profesi.
- Sejarah sebagai Ilmu
Sejarah itu sendiri merupakan ilmu yang terbuka, terbukti bahwa sejarah lebih banyak menggunakan bahasa sebagaimana yang digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, dalam artian tidak banyak menggunakan kata atau istilah-istilah teknis yang asing dan menyulitkan para pembaca, dan hal ini semakin memperkuat sejarah sebagai sebuah ilmu yang terbuka. Keterbukaan ini pula yang membuat sejarah bisa diteliti dan ditulis siapa saja dari berbagai kalangan, oleh karena itu siapa saja bisa mengaku dirinya sebagai sejarawan asalkan penelitian yang ditulisnya dapat dibuktikan dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pada pengertian ini, penulis sejarah bisa datang dari kalangan manapun seperti wartawan, guru, budayawan, ulama, sastrawan, sosiolog, dan lain sebagainya. Jika seorang dokter, notaris, atau insinyur haru berasal dari orang yang secara sengaja mempelajari disiplin ilmu tertentu, tidak demikian halnya dengan sejarah.
Di sisi lain, sejarah sebagai ilmu telah mengalami perkembangan secara terus menerus, mengingat sejarah selalu responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang selalu haus akan informasi. Adapun perkembangan ilmu sejarah terjadi melalui beberapa cara, Kuntowijoyo dalam hal ini mejelaskan bahwasanya perkembangan ilmu sejarah terjadi melalui empat cara, antara lain: melalui perkembangan filsafat, perkembangan dalam teori sejarah, perkembangan dalam ilmu-ilmu lain, dan perkembangan dalam metode sejarah.[5]
- Sejarah sebagai Alat untuk Mengetahui Peristiwa Masa Lampau
Kita sering mendengar penuturan sejarah yang bersumber dari berbagai mitos, legenda, hikayat dan berbagai bentuk jenis cerita rakyat lainnya, sebab kita lahir di lingkungan yang multikultur. Bersama dengan mitos, sejarah merupakan suatu cara untuk mengetahui peristiwa masa lampau. Bangsa yang belum mengenal tulisan, menngandalkan dan menggunakan mitos sebagai cara untuk mengetahui masa lampau. Sementara bangsa yang sudah mengenal tulisan pada umumnya akan mengandalkan sejarah. Perlu ditegaskan bahwasanya sejarah akan menyuguhkan informasi yang mana kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sementara informasi yang diperoleh melalui mitos tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.[6]
Setidaknya setelah mengetahui peristiwa pada masa lampau ada dua sikap terhadap sejarah, yaitu: melestarikan atau menolak. Melestarikan, yang memilih sikap melestarikan masa lampau pada umumnya didasari oleh pandangan bahwasanya masa lampau sarat dengan makna-makna tertentu. Dalam hal ini, bisa dicontohkan pada sikap para kolektor benda-benda kuno. Dapat dikatakan bahwa aktivitasnya dalam berburu dan menemukan benda-benda kuno merupakan bentuk dari upaya melestarikan masa lampau untuk masa lampau. Sikap seperti ini dikenal dengan istilah antikuarian. Dan sikap yang menolak dapat dilihat pada kejadian setelah Proklamasi pada tahun 1945 adanya daerah yang berusaha menolak kehadiran kerajaan. Di antaranya adalah Surakarta dan Mangkunegaran. Di Surakarta misalnya, munculnya gerakan pemuda untuk meruntuhkan kerajaan, mengingat tradisi yang berkembang di lingkungan keraton dianggap berlawanan dengan nilai-nilai demokrasi, sekalipun usaha tersebut mendapatkan tantangan dari orang-orang yang mendukung keberadaan keraton.[7]
- Sejarah sebagai Profesi
Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya bahwa sejarah adalah ilmu yang terbuka. Dalam hal ini siapapun dapat mengaku sebagai sejarawan selama ia dapat membuktikan hasil kajian atau penelitian sejarah yang ia tulis dengan kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dalam artian sesuai dengan ketentuan menurut metodologi penelitian dan penlulisan sejarah. Kenyataannya, ada sejarawan yang tidak berlatar belakang disiplin ilmu sejarah. Sebaliknya juga, tidak semua lulusan disiplin ilmu sejarah dapat tertampung ke dalam profesi kesejarahan. Ada lulusan sejarah yang malah tertarik menjadi wartawan, seniman karyawan di sebuah perusahaan, pegawai bank, dan bahkan terjun ke dalam wira swasta lainnya.
Di balik kenyataan seperti yang dijelaskan di atas, sejarah terbukti telah menarik minat orang dari berbagai kalangan untuk secara disiplin dan simultan melakukan kajian dan penulisan sejarah sesuai dengan tema sejarah yang menjadi bidang kajian. Penulisan atau penelitian sejarah membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus terkait dengan kegiatan penelitian sejarah yang dimaksud, terlepas apapun latar belakang sejarawan yang dimaksud. Dengan demikian, tulisan sejarah yang dihasilkan memberikan kepuasan tersendiri, bukan hanya bagi peneliti dan penulis sejarah itu sendiri, melainkan juga untuk para pembaca pada umumnya, karena informasi kebenaran yang disuguhkan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.[8]
- Guna Ekstrinsik Sejarah
Terdapat empat kegunaan sejarah secara ekstrinsik, yaitu: sejarah sebagai pendidikan nalar, seagai pendidikan perubahan, pendidikan kebijaksanaan, dan sejarah sebagai ilmu bantu.
- Sejarah sebagai Pendidikan Nalar
Saat mempelajari sejarah secara kritis, atau menuliskan sejarah secara ilmiah, akan meningkatkan cara berpikir dan daya nalar seseorang. Hal itu disebabkan karena beberapa hal: pertama, sejarah sebagai ilmu selalu menjelaskan latar belakang terjadinya suatu peristiwa, dengan memahami itu sehingga seseorang paham bahwa terjadinya suatu peristiwa tidak hanya karena satu faktor, dalam artian sejarah mendidik seseorang untuk berpikir secara multidimensinal bukan berpikir secara monokausal; kedua, sejarah sangat memperhatikan waktu secara kronologis dan diakgronis. Artinya, sejarah mendorong dan mendidik seseorang untuk memiliki daya nalar untuk memperhatikan waktu dalam menjalani kehidupan; ketiga, sejarah harus ditulis berdasarkan fakta, akan tetapi tidak semua sumber memuat tentang fakta. Artinya, sejarah mendidik seseorang untuk memiliki daya nalar yang dilandasi oleh sikap kritis.
- Sejarah sebagai Pendidikan Perubahan
Pada dasarnya, kehidupan manusia di muka bumi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, walaupun perubahan tersebut tidak sama. Artinya sejarah mendidik seseorang untuk tidak kaget akan perubahan yang terjadi di dalam kehidupan, sebab dengan sejarah seseorang pasti memahami bahwa kehidupan akan terus berubah dari waktu ke waktu dan perubahan itu sudah terjadi sebelumnya pada masa lampau.
- Sejarah sebagai Pendidikan Kebijaksanaan
Suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang menjelaskan tentang masalah tertentu, baik secara tersurat ataupun tersirat menunjukkan adanya kebijakan atau kebijaksanaan. Dengan mengamati peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau, seseorang memahami lalu mengambil suatu pelajaran tentang kebijaksanaan.
- Sejarah sebagai Ilmu Bantu
Dalam hal ini, sejarah adalah sebuah pengetahuan dan ilmu yang berdiri sendiri, akan tetapi sejarah dapat membantu dan menjelaskan terkait permasalahan yang dikaji oleh ilmu-ilmu lain seperti bidang ilmu antropologi, sosiologi, hukum, ekonomi, politik, dan ilmu-ilmu lainnya. Artinya, sejarah berguna terhadap ilmu-ilmu tertentu dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terdapat pada kajiannya.[9]
MANFAAT SEJARAH PERADABAN ISLAM
Sejarah peradaban Islam masuk ke dalam ilmu-ilmu keadaban, hal yang menjadi perhatian utama dalam ilmu-ilmu keadaban adalah mengenal manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pada kondisi suatu bangsa yang terpuruk dan krisis dari berbagai segi, bangsa tersebut akan dapat dibangun dengan cara memperbaiki kemanusiaannya. Dalam artian, suatu bangsa tidak akan maju jika manusianya kehilangan kemanusiaannya, sebab jika tidak ada kemanusiaan suatu bangsa akan terpuruk karena yang tinggal hanyalah keserakahan, ketidakpedulian terhadap lingkungan, dan hal-hal yang serupa dalam menghinakan martabat manusia.[10] Secara tidak langsung sejarah peradaban Islam bisa dikatakan tidak memberikan manfaat bagi bangsa dalam pembangunannya seperti ilmu-ilmu lainnya, akan tetapi jika dilihat dari pengertian di atas, sejarah peradaban Islam berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Tanpa ilmu-ilmu keadaban seperti sejarah peradaban Islam, suatu bangsa akan terpuruk dan sulit untuk bangkit dari keterpurukannya, sebab ilmu-ilmu keadaban seperti sejarah peradaban Islam mampu menumbuhkan rasa kemanusiaan.
Mengkaji sejarah Islam akan memperoleh informasi tentang peradaban Islam dari zaman Rasulullah sampai pada era sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, serta kebangkitan kembali peradaban Islam itu sendiri. Dari sejarah pula dapat diketahui tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan ide, konsep, intitusi, sistem, dan operasionalnya dari waktu ke waktu. Artinya, sejarah yang dimaksud tidak hanya sekedar memberikan romantisme, akan tetapi memberikan refleksi historis. Dengan demikian, pentingnya mempelajari sejarah peradaban Islam dapat memberikan semangat bagi generasi umat manusia, untuk membuka lembaran dan mengukir kejayaan dan kemajuan peradaban Islam yang baru dan jauh lebih baik daripada sebelumnya pada suatu bangsa. Mengkaji dan mempelajari mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan sejarah peradaban Islam sangat bermanfaat terutama dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.
Manfaat lain mempelajari sejarah peradaban Islam bagi bangsa adalah: yang pertama, sejarah memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, hal ini dikarenakan sejarah menyimpan kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia di suatu bangsa. Sehingga nilai-nilai tersebut memunculkan manfaat seperti, keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan keadaan dari zaman Rasulullah sampai dengan sekarang; yang kedua, bisa mengambil pelajaran dari proses peradaban yang sudah berlalu guna memecahkan problematika pada zaman sekarang,[11] dan; yang ketiga, dapat memunculkan sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban Islam.[12]
Karena sejarah peradaban Islam merupakan bagian dari pengertian sejarah secara umum, setidaknya ada beberapa manfaat sejarah menurut Nugroho Notosusanto, antara lain sebagai berikut: (1) Memberi kesadaran waktu. Kesadaran waktu yang dimaksud adalah kehidupan dengan segala perubahan, pertumbuhan serta perkembangan yang terus menerus berjalan melewati waktu; (2) Memberi pelajaran. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau baik itu yang bersifat positif maupun negatif dapat dijadikan hikmah di dalam kehidupan, dan; (3) Sumber inspirasi. Inspirasi di sini berarti memberikan semangat yang berkaitan dengan nasionalisme dan patriotisme, atau dalam artian dapat dikatakan bahwa sejarah bisa menumbuhkan semangat nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air.[13]
Tacitus (55-120 SM) yang mendapatkan julukan sebagai seorang sejarawan moralis mengemukakan pendapat bahwa manfaat tertinggi dari sejarah adalah untuk menjamin bahwa perbuatan-perbuatan jahat harus diperlihatkan untuk dikutuk oleh generasi kemudian. Selain itu menurutnya, sejarah adalah suatu pengajaran bagi masa sekarang dan suatu peringatan bagi orang-orang yang hidup di masa yang akan datang.[14]
Adapun manfaat mempelajari sejarah secara umum dapat dibagi menjadi empat macam, antara lain sebagai berikut:
- Manfaat Edukatif
Banyak manusia yang belajar dari sejarah, contohnya saja tidak sedikit orang yang belajar dari pengalaman dengan berusaha menghindari kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Sejarah dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian manusia. Dengan belajar dari sejarah, manusia dapat mengembangkan potensinya di dalam kehidupan.[15] Adapun manfaat edukatif dari mempelajari sejarah ini adalah bahwa sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan juga kearifan-kearifan.[16]
- Manfaat Inspiratif
Berbagai kisah sejarah bisa memberikan inspirasi bagi para pembaca atau pendengarnya, sebab bangsa dari inspirasi tersebut, bangsa Indonesia tidak hanya ingin menjadi sebuah negara yang merdeka, akan tetapi mampu menjadi bangsa yang maju dan dan dapat mensejahterakan rakyatnya.[17] Dalam artian, dengan belajar sejarah setidaknya dapat memberikan ilham, contohnya dengan belajar sejarah perjuangan sebuah bangsa untuk mencapai kemerdekaan atau menjadi bangsa yang mempunyai peradaban tinggi, kita dapat terilhami dan meniru atau mungkin menciptakan peristiwa yang serupa atau bahkan lebih besar lagi. Atau paling tidak, dengan belajar sejarah bisa memperkuat spirit dan moral masyarakat pada suatu bangsa.
- Manfaat Rekreatif
Dengan mempelajari sejarah, dapat memberikan rasa kesenangan atau keindahan bagi seseorang. Seorang yang mempelajari sejarah dapat bisa terpesona dengan kisah sejarah yang mengagumkan dan bisa menarik perhatian pembaca seperti kisah-kisah roman atau peristiwa-peristiwa lainnya yang terjadi di masa lampau. [18]
- Manfaat Instruktif
Manfaat sejarah instruktif ini berkaitan dengan fungsi sejarah yang menunjang pada bidang teknologi, seperti hasil penelitian sejarah yang menyangkut penemuan teknologi. Manfaat instruktif ini juga bisa dalam penetapan hukum. Penetapan hukum atas suatu masalah banyak didasarkan pada kebiasaan masa lalu. Artinya, penyelesaian masalah yang terjadi pada peristiwa-peristiwa di masa lalu dipakai oleh hakim sebagai rujukan dalam memutuskan suatu perkara.[19]
PENUTUP
Dalam mempelajari sejarah setidaknya ada dua kegunaannya, yang pertama kegunaan sejarah secara intrinsik dan yang kedua kegunaan sejarah secara ekstrinsik. Sejarah secara intrinsik sangatlah berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terutama untuk pengembangan ilmu sejarah itu sendiri. Ada tiga guna intrinsik antara lain; sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai alat untuk mengetahui peristiwa masa lampau, dan sejarah sebagai profesi. Sementara secara ekstrinsik sejarah telah memberikan nilai-nilai dan inspirasi terhadap perjalanan umat manusia. Terdapat empat kegunaan sejarah secara ekstrinsik, yaitu: sejarah sebagai pendidikan nalar, seagai pendidikan perubahan, pendidikan kebijaksanaan, dan sejarah sebagai ilmu bantu.
Manfaat mempelajari sejarah peradaban Islam bagi bangsa adalah: yang pertama, sejarah menyimpan kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia di suatu bangsa, sehingga memiliki manfaat seperti, keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan keadaan dari zaman Rasulullah sampai dengan sekarang; yang kedua, bisa mengambil pelajaran dari proses peradaban yang sudah berlalu guna memecahkan problematika pada zaman sekarang, dan; yang ketiga, dapat memunculkan sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muhamad. Pengantar Sejarah. Jakarta: Para Cita Press. 2010.
Dwisusanto. Pengantar Ilmu Sejarah. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press. 2014.
Fajrin, Rakhil. Urgensi Telaah Sejarah Peradaban Islam Memasuki Era Revolusi Industri 4.0. INTIZAM: Vol. 2, No. 2, April 2019.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2013.
Machasin. Memahami Islam dengan Ilmu Keadaban. Yogyakarta: Suka Press UIN Sunan Kalijaga. 2018.
Sanusi, Anwar. Pengantar IImu Sejarah. Cirebon: Syeikh Nurjadi Press. 2013.
Sari, Kartika. Sejarah Peradaban Islam. Bangka Belitung: Shiddiq Press. 2015.
Wasino dan Hartatik, Endah Sri. Metodologi Penelitian Sejarah; dari Riset hingga Penulisan. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama. 2018.
Widodo. Objek Kajian dan Urgensi Mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam. Pedadogy: Vol. 8, No. 1, Agustus 2017.
[1] Wasino dan Endah Sri Hartatik, Metodologi Penelitian Sejarah; dari Riset hingga Penulisan (Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama, 2018), 2.
[2] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 14.
[3] Rakhil Fajrin, Urgensi Telaah Sejarah Peradaban Islam Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 (INTIZAM: Vol. 2, No. 2, April 2019), 109.
[4] Kartika Sari, Sejarah Peradaban Islam (Bangka Belitung: Shiddiq Press, 2015), 4.
[5] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 16.
[6] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 17.
[7] Muhamad Arif, Pengantar Sejarah, 34-35.
[8] Ibid., 36.
[9] Anwar Sanusi, Pengantar IImu Sejarah (Cirebon: Syeikh Nurjadi Press, 2013), 47-48.
[10] Machasin, Memahami Islam dengan Ilmu Keadaban (Yogyakarta: Suka Press UIN Sunan Kalijaga, 2018), 28.
[11] Rakhil Fajrin, Urgensi Telaah Sejarah Peradaban Islam Memasuki Era Revolusi Industri 4.0, 116-118.
[12] Widodo, Objek Kajian dan Urgensi Mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam (Pedadogy: Vol. 8, No. 1, Agustus 2017), 2.
[13] Anwar Sanusi, Pengantar IImu Sejarah, 49.
[14] Dwisusanto, Pengantar Ilmu Sejarah (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), 101.
[15] Anwar Sanusi, Pengantar IImu Sejarah, 49.
[16] Dwisusanto, Pengantar Ilmu Sejarah, 101.
[17] Anwar Sanusi, Pengantar IImu Sejarah, 50.
[18] Dwisusanto, Pengantar Ilmu Sejarah, 102.
[19] Anwar Sanusi, Pengantar IImu Sejarah, 50.