Ketika kita mendengar kata khanduri terkadang disitu kita tersenyum sejenak dan mengingat makanan yang sangat istimewa dari biasanya. Entah kenapa saya juga tidak tau, karena saya juga merasakan seperti yang orang lain rasakan. Kata khanduri biasanya di gambarkan seperti jamuan makan untuk memepringati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya, kenduri atau yang sering di sebut dengan sebutan khauri dalam istilah masyarakat aceh sudah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke nusantara.
Dalam praktiknya, kenduri merupakan sebuah acara berkumpul, yang umumnya dilakukan laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara yang mengundang orang-orang sekitar untuk datang yg dipimpin oleh orang yang dituakan atau atau orang yang memiliki keahlian dibidang tersebut seperti tengku-tengku (ustad dalam istilah bahasa Indonesia).
Dr. Tgk. H. Ajidar Matsyah, Lc. Ma, dalam pidato khutbahnya di Masjid Tgk. Chik dilamnyong kopelma Darussalam pada desember 2014 mengatakan, Aceh didentik dengan segudang khanduri sejuta kede kupi, ketika kita mendengar kalimat pernyataan tersebut, memang tidak dapat kita pungkiri lagi, aceh ini memiliki banyak khanduri yang terdiri dari beberapa macam, yaitu khanduri moled, khanduri peutreun aneuk mit, khanduri seunujoh, khanduri 30, khanduri 100, khanduri apam, khanduri ie bu, khanduri bureu’ah, khanduri blang, dan lain-lain yang tidak mungkin lagi disebutkan di artikel ini karena begitu banyaknya khanduri yang ada di aceh. Namun, dalam tulisan ini saya lebih terfokus menulis tentang judul khanduri blang, karena di kampung saya mayoritas penduduknya petani sawah.
Kampung saya yang terletak dipaling ujung sebelah timur kabupaten Bireuen tepatnya di desa tanjong bungong, kecamatan Gandapura, yang manyoritas masyarakatnya memiliki pekerjaan sebagai petani, termasuk ayah saya sendiri, sudah menjadi sebuah kebiasaan sebelum melakukan kegiatan turun ke sawah, terlebih dahulu dilakukan upacara adat yang dikenal dengan khanduri blang, khanduri blang merupakan salah satu adat kegiatan yang dilakukan sebelum turun ke sawah.
Khanduri blang dilakukan sebelum masa penanaman benih dilakukan, dalam acara ini dilakukan ritual berupa penyembelihan hewan seperti lembu, kambing, biri-biri dan ayam pada babah lhueng atau mulut parit pengairan menuju lahan, sehingga darah yang mengalir ke parit mengalir bersama air ke lahan-lahan perswahan milik petani tadi. Menurut para petani yang saya kutip dari gampongcotbaroh.desa.id berkah dan doa yang di ucapkan agar benih padi yang mereka tanam nantinya akan tumbuh subur akan mengalir melalui media darah kesetiap petak sawah yang ada. adapun hewan yang sudah disembelih di bersihkan dan di masak dengan masakan ala kuah beulangong yang di lakukan bersama-sama.
Dalam khanduri blang juga dilakukan baca yasin sekali tamat dan doa semoga tanaman padi tahun ini berkat hingga dapat di zakatkan. Setelah membaca yasin dan berdoa masyarakat mendengar arahan dan peraturan-peraturan dari kepala desa, seperti tidak melepaskan hewan ternak pada saat musim tanam. Setelah mendengar arahan dan peraturan-peraturan tersebut masyarakat langsung saja mengisi kampung tengah(menyantap khanduri) yang sudah disediakan. demikianlah tatacara khanduri blang yang masih dibudayakan di kampung saya. (Muhammad Fadhil / Mahasiswa Sejarah UIN Ar-Raniry, Banda Aceh)
Referensi :
Menurut pengalaman ketika saya masih menjalani hidup di kampung halaman,
kutipan di website gampongcotbaroh.desa.id ,.