BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Simbol adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek, simbol sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional, sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar dan disepakati atau dipakai anggota masyarakat itu sendiri. Arti simbol dalam konteks ini sering dilawankan dengan tanda ilmiah.
Dalam peristilahan modern sering kali setiap unsur dari suatu sistem tanda-tanda disebut simbol. Dengan demikian orang berbicara tentang logika simbolik. Dalam arti yang tepat simbol dapat dipersamakan dengan citra (image) dan menunjuk pada suatu tanda indrawi dan realitas supraindrawi. Tanda-tanda indrawi, pada dasarnya, memiliki kecenderungan tertentu untuk menggambarkan realitas supraindrawi. Dalam suatu komunitas tertentu tanda-tanda indrawi langsung dapat dipahami. Misalnya sebuah tongkat melambangkan wibawa tertinggi. Apabila sebuah objek tidak dapat dimengerti secara langsung dan penafsiran objek tersebut tergantung pada proses-proses pikiran rumit, maka orang akan lebih suka berbicara secara alegoris.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di identifikasi rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa Pengertian Simbol ?
b. Bagaimana Pengertian Simbol Menurut Para Ahli ?
c. Bagaimana yang dikatakan Nilai-Nilai Budaya ?
d. Bagaimana yang dikatakan Simbol dan Makna sebagai Nilai ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan makalah diatas maka pembuatan makalah ini bertujuan untuk sebagai berikut:
a. Dapat mengetahui pengertian simbol
b. Dapat mengetahui pengertian simbol menurut para ahli
c. Dapat mengetahui apa itu nilai-nilai budaya
d. Dapat mengetahui apa itu simbol dan makna sebagai nilai
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Simbul
Secara etimologis istilah “simbol” diserap dari kata symbol dalam bahasa Inggris yang berakar pada kata symbolicum dalam bahasa Latin. Sementara dalam bahasa Yunani kata symbolon dan symballo, yang juga menjadi akar kata symbol, memiliki beberapa makna generik, yakni “memberi kesan”, “berarti”, dan “menarik”. Dalam Sejarah pemikiran, simbol memiliki dua pengertian yang sangat berbeda. Dalam pemikiran dan praktik keagamaan, simbol lazim dianggap sebagai pancaran Realitas Transenden. Dalam sistem pemikiran logika dan ilmiah, lazimnya istilah simbol dipakai dalam arti tanda abstrak.
Dalam beberapa pengertian “simbol” diartikan sebagai berikut:
- Simbol adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek,
- Simbol adalah kata, tanda, atau isyarat, yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan, dan objek,
- Simbol adalah apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau dengan kesepakatan atau kebiasaan,
- simbol sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional, sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar dan disepakati atau dipakai anggota masyarakat itu sendiri. Arti simbol dalam konteks ini sering dilawankan dengan tanda ilmiah.[1]
Dalam peristilahan modern sering kali setiap unsur dari suatu sistem tanda-tanda disebut simbol. Dengan demikian orang berbicara tentang logika simbolik. Dalam arti yang tepat simbol dapat dipersamakan dengan citra (image) dan menunjuk pada suatu tanda indrawi dan realitas supraindrawi. Tanda-tanda indrawi, pada dasarnya, memiliki kecenderungan tertentu untuk menggambarkan realitas supraindrawi. Dalam suatu komunitas tertentu tanda-tanda indrawi langsung dapat dipahami. Misalnya sebuah tongkat melambangkan wibawa tertinggi. Apabila sebuah objek tidak dapat dimengerti secara langsung dan penafsiran objek tersebut tergantung pada proses-proses pikiran rumit, maka orang akan lebih suka berbicara secara alegoris.[2]
B. Pengertian Simbul Menurut Para Ahli
Banyak hal yang tidak “terbaca” di dunia ini karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara langsung. Oleh karena itu simbol merupakan cara paling tepat untuk membahasakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah. Berikut ini adalah pengertian dan definisi simbol menurut para ahli:
1. Farrer
Simbol adalah bayang-bayang, cerminan, dan pengetahuan tentang Allah sampai kepada kita melalui proses yang berjalan terus menerus dimana bayang – bayang itu secara tidak sempurna mencerminkan realitas tetapi pada gilirannya realitas itu mentransformasi bayang-bayang tersebut.
2. Lonergan
Simbol adalah intensionalitas yang mendasar artinya. Subyek merasa tertarik pada suatu obyek atau sebaliknya; subyek menanggapi secara spontan.
3. William Dillistone
Simbol adalah gambaran dari suatu objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan. Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek, satu sama lain, dan dengan subjek.
4. William
Simbol adalah tanda atau lambang yang mewakili objek permukaan bumi yang terdapat pada peta. Mengingat pentingnya materi ini, maka simbol disajikan pada bagian tersendiri.
5. Pierce
Simbol adalah salah satu bagian dari hubungan antara tanda dengan acuannya, yaitu hubungan yang akan menjelaskan makna dari sebuah referen tertentu dalam kehidupan secara umum atau sebuah karya sastra sebagai replika kehidupan.
6. Helena
Simbol adalah tanda untuk menunjukkan hubungan dengan acuan dalam sebuah hasil konvensi atau kesepakatan bersama, contohnya adalah bahasa (verbal, non-verbal, atau tulisan), dan juga benda-benda yang mewakili sebuah eksistensi yang secara tradisi telah disepakati.
7. Geertz
Simbol adalah sebagai ajang atau tempat atau wahana yang memuat sesuatu nilai bermakna (meaning).
8. Charles Morris
Simbol adalah satu isyarat/sign yang dihasilkan oleh seorang penafsir sebuah signal dan berlaku sebagai pengganti untuk signal itu, dan dengannya ia bersinonim.
9. Kamus Webster
Simbol adalah sesuatu yang berarti atau mengacu pada sesuatu yang berdasarkan hubungan nalar, asosiasi, konvensi, kebetulan ada kemiripan…tanda yang dapat dilihat dari sesuatu yang tak terlihat.[3]
C. Nilai-nilai budaya
Nilai – nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat)
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. • Clyde Kluckhohn dlam Pelly Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.[4]
D. Simbul dan Makna Sebagai Nilai
a. Makna Simbul Penggunaaan Sirih dalam Masyarakat Aceh
1. Dikreasikan dalam seni tari
Sebagai upaya untuk menjaga kelestarian maka ranup dikreasikan dalam satu tarian khas aceh, yaitu tari ranup lampuan. tari ini merupakan simbul pemuliaan terhadap tamu yang diciptakan sekitar tahun 1962 oleh Yuslizar, 34 tahun, warga banda aceh penata tari pada group tari Pocut Baren. Tari ini ditarikan oleh tujuh penari perempuan dalam jumlah ganjil). sebagai pengiring tari ialah music modern (band atau orchestra) dan dapat juga dengan music tradisional seurune kale dan geundrang. Tari ini berlatar belakang adat istiadat yang hidup dan tetap terpelihara di Aceh, khususnya adat menerima dan menghormati tamu. Hal ini terlihat melalui simbolik gerak tari penari maupun melalui perlengkapan tari, juga sirih yang disuguhkan kepada tamu. Gerak tari terlihat tertip dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Ranup sigapu juga sering kita baca dalam banyak buku yang bermakna sebagai permulaan, yang artinya ranub menjadi simbul prosesi atau mengawali sebuah kegiatan.
Makna ranub dalam adat aceh sebagai sikap menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kerukunan hidup yang dilengkapi dalam satu wadah disebut puan. Dalam naskah-naskah adat aceh , perangkat ranub selalu dipergunakan dalam upacara-upacara kebesaran Sultan . Ranup menjadi salah satu menu wajib adat untuk dihidangkan. Ranup atau disebut piper betle, sejenis tanaman rambat (terna). Daun batang dan buahnya menjadi obat tradisional ataupun menjadi tumbuhan penyegar. Munculnya tradisi makan sirih (Ranup), sebagaimana ditulis ibnu Batutah dan vasco da Gama , masyarakat timur sejak dulu telah memiliki kebiasaan memakan ranup. Maka dalam setiap suguhan ranup dalam puan juga diisi pinang, gambir, kapur sirih, cengkeh, tembakau dan disertai pula rampago sebagai alat pemotongnya. maka ranup yang awalnya bersifat sederhana menjadi kompleks.
Berkaitan dengan adat menyuguhkan ranup tersebut, ranup dapat diartikan sebagai simbul kerendahan hati dan sengaja memuliakan tamu atau oranng lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah. Sebentuk daun sirih yang memiliki sifat rasa yang pedas , makna simbolik yang terkandung didalamnya adalah sifat rendah hati dan pemberani . Sirih dalam ranah adat dan budaya aceh memiliki berbagai makna simbul yaitu:
1. Simbul kemuliaan (pemulia jamee)
2. Simbul pemenang dalam menyatukan pendapat dalam suatu musyawarah (sapeu kheun ngon buet)
3. Simbul penyambuk silaturrahmi sesamanya (meu-uroh)
Dalam hal kombinasinya, ranup melambangkan sifat rendah hati dan cinta kasih, pinang melambangkan baik budi pekertinya dan jujur serta memiliki derajat yang tinggi , gambir melambangkan keteguhan hati, kapur menggambarkan ketulusan hati, cengkeh melambangkan keteguhan memegang prinsip , dan tembakau melambangkan hati yang tabah dan bersedia berkorban dalam segala hal. Sementara bate ranup (puan)yang menjadi wadahnya melambangkan keindahan budi pekerti dan akhlak yang luhur. Wadah tersebut sebagai suatu kesatuan yang melambangkan sifat keadatan.
b. Ranup Dalam Kegiatan Acara Sosial
Ranup juga dianggap memiliki makna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan social. Hal ini tergambar ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian. Upacara peusijuk, meu-uroh, dan upacara lainnya ranup selalu disajikan ditengah acara tersebut . Semua bentuk upacara itu selalu diawali dengan menyuguhkan ranup sebelum upacara tersebut dimulai. dalam etika social masyarakat aceh, tamu (jamee) harus selalu dilayani dan dihormati secara istimewa. Hal ini terjadi karena seluruh segi kehidupan masyarakat aceh telah dipengaruhi oleh ajaran islam yang dibakukan dalam adat dan istiadat.
c. Adat Jak Ba Ranup
Adat ini merupakan sebuah tahapan dalam melamar / meminang seorang gadis yang merupakan sebuah tanda untuk mengikat sigadis bahwa dia sudah ada yang meminang, sebelumnya seulangke sudah menanyakan pada kedua orangtua sigadis mengenai statusnya dan jika belum ada yang melamar maka seulangke ini lalu menyatakan niatnya untuk melamar sigadis. Setelah itu diatur pertemuan untuk ba ranup serta isinya yang dibawakan oleh keluarga pihak laki-laki yang diwakili oleh seulangke dan orang yang dituakan sebagai penguat ikatan , setelah acara meminang selesai maka diberikan waktu beberapa hari pada keluarga sigadis untuk memberi jawaban diterima atau tidak pinangan tersebut oleh si gadis.
Sirih yang dibawa ketika jak ba ranup adalah sirih yang disusun dengan hasil karya seni yang indah, yangh disebut dengan ranub meupeu-ek (sirih disusun bertingkat dan meruncing ke atas), dan disebut juga ranub bak pisang (sirih yang dipasang pada tunas pisang). Zaman dulu kalau tidak dibawa sirih saat seulangke mengantar setengah dari jumlah mahar , maka tidak akan diterima oleh keluarga calon dara baro. Jadi yang paling penting adalah sirih karena sirih sebagai simbul adat dan budaya.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologis istilah “simbol” diserap dari kata symbol dalam bahasa Inggris yang berakar pada kata symbolicum dalam bahasa Latin. Sementara dalam bahasa Yunani kata symbolon dan symballo, yang juga menjadi akar kata symbol, memiliki beberapa makna generik, yakni “memberi kesan”, “berarti”, dan “menarik”.
Menurut para ahli, pengertian symbol sangatlah beragam, salah satunya ialah menurut William Dillistone, Simbol adalah gambaran dari suatu objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan. Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek, satu sama lain, dan dengan subjek.
Sebagai upaya untuk menjaga kelestarian, symbol juga memiliki makna yang berarti, salah satunya ialah symbol penggunaan daun sirih bagi masyarakat aceh sabagai makna pemuliaan tamu.
[1]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009) Hal. 153-154
[2]Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: UI-Press, 1990) hal 77
[3] Dinas Kebudayaan aceh, Budaya Aceh, (Yogyakarta: Polydoor Desain, 2009) hal. 50-51
[4] Edi Sedyawati, Budaya Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 168-169
[5] Dinas Kebudayaan Aceh, Budaya Aceh, (Yogyakarta: Polydoor Desain, 2009) hal. 47-48