Banda Aceh – Aceh merupakan provinsi yang berada paling ujung barat Indonesia. Provinsi ini mendapat julukan sebagai daerah Serambi Mekkah.
Tak diketahui persis tahun berapa julukan itu lahir. Namun, ada beberapa analisis mengapa Provinsi Aceh disebut-sebut sebagai Serambi Makkah.
Sejarawan Aceh, Mawardi Umar mengatakan, julukan Serambi Mekkah untuk provinsi paling ujung barat Indonesia ini tidak terlepas dari keberadaan dan pengaruh kerajaan Islam Aceh terhadap Nusantara dan dunia.
Menurut Mawardi, julukan Serambi Mekkah untuk Aceh sebenarnya apresiasi dari masyarakat di Asia Tenggara, terutama umat Islam seperti dari Filipina Selatan, Thailand Selatan dan beberapa negara lainnya.
“Serambi Mekkah untuk Aceh sebenarnya apresiasi dari masyarakat di Asia Tenggara terhadap Aceh, terutama Islam di Asia Tenggara seperti Filipina Selatan dan Thailand. Karena yang pertama Islam di Asia Tenggara masuknya melalui Aceh melalui Perlak dan Pasai, kemudian baru menyebar ke Nusantara,” kata Mawardi, beberapa waktu lalu.
Setelah Islam masuk, masyarakat bukan hanya menjadikan itu sebagai agama tetapi juga identitas. Sehingga, Islam dan Aceh merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Saat itu, sistem politik pemerintahan, ekonomi, dan lain-lain dijalankan bersumber dari Islam.
“Semua yang berlaku di Aceh itu bersumber dari Islam, politik pemerintahan, sistem ekonomi, semuanya, tata masyarakat juga Islam sejak masa kerajaan-kerjaan Aceh Darussalam,” ujar Mawardi.
Menurut Mawardi, dulu Aceh melahirkan cukup banyak intelektual Islam atau ulama-ulama besar yang berpengaruh menyebarkan agama ke seluruh Nusantara.
Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam misalnya, Aceh memiliki ulama-ulama besar seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani, Syiah Kuala, Nuruddin Ar-Raniry dan sejumlah ulama lainnya.
“Jadi karya-karya meraka itu betul-betul menjadi inspirasi bagi banyak aspek kehidupan di Nusantara. Kitab-kitab mereka tersebar, tidak hanya di Aceh tetapi hampir ke seluruh wilayah Asia Tenggara, sehingga setelah Mekkah bagi masyarakat Nusantara Aceh jadi rujukannya,” tutur Mawardi.
Di sisi lain, kata Mawardi, asal muasal penyebutan Serambi Mekkah juga tidak terlepas dari aspek historis, di mana pada masa Kerajaan Aceh Darussalam provinsi ini menjadi tempat persinggahan rombongan jemaah haji dari berbagai wilayah di Nusantara.
Para jemaah tersebut, kata Mawardi, sebelum berangkat ke Mekkah, mereka yang berlayar menggunakan kapal laut singgah terlebih dahulu di Karantina Jemaah Haji Nusantara yang berada di Pulau Rubiah, Kota Sabang, Aceh. Di sanalah mereka dibekali atau melakukan persiapan sebelum menunaidah ibadah rukun ke-5 Islam itu.
“Jadi pakai kapal laut tidak langsung dia, apakah dari Jawa, Sulawesi, tidak langsung Mekkah, tetapi singgah di Aceh dulu,” ujar Mawardi.
Dosen FKIP Sejarah pada Universitas Syiah Kuala itu menambahkan, Karantina Haji Nusantara di Pulau Sabang memang sudah ada sejak masa kerajaan.
Namun, bangunan tersebut kemudian diteruskan lagi pada masa kolonial Belanda. Adapun konsepnya juga hampir sama dengan masa kerajaan, di mana seluruh jemaah di Nusantara singgah di sana.
“Masa kolonial juga sama memakai kapal uap. Sekarang juga sama, sebelum berangkat haji dikarantina (di Asrama Haji) walaupun satu hari. Dulu karena pakai kapal butuh waktu lama kan mempersiapkan fisik dan segala macam. Ya minimal ada dua alasan itu kenapa Aceh dijuluki Serambi Mekkah,” tutur Mawardi.
Budaya dan Adat Istiadat Serta Keunikannya
Aceh adalah salah satu provinsi terunik di Indonesia, ini terlihat pada budaya dan adat istiadat masyarakatnya. Masyarakat Aceh sangat menjaga nilai-nilai agama dan budaya yang turun-temurun.
Upacara adat seperti rakyat Aceh menyambut Ramadan dengan meriah, serta perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan dengan berbagai ritual khas. Selain itu, penggunaan bahasa Aceh yang masih lestari dan kaya akan kosa kata menjadi salah satu kebanggaan masyarakatnya.
Dari segi arsitektur, Aceh juga menyimpan banyak keunikan, terutama dalam bangunan masjid dan istana. Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, misalnya, memiliki desain yang megah dan penuh makna sejarah, terutama setelah selamat dari bencana gempa dan tsunami 2004.
Selain itu, masjid-masjid lainnya, seperti Masjid Agung At-Taqwa di Kutacane, menampilkan seni ukir khas Suku Alas yang dipadukan dengan gaya arsitektur Timur Tengah, yang membuatnya berbeda dengan masjid di daerah lain.
Alam Aceh juga menyuguhkan keindahan yang tiada duanya. Mulai dari pantai-pantai yang eksotis di Pulau Weh hingga gunung-gunung yang menantang, Aceh menawarkan wisata alam yang lengkap.
Sabang, yang terkenal dengan pemandangan lautnya yang menakjubkan, menjadi destinasi wisata yang tak boleh dilewatkan. Keunikan lainnya adalah keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser, yang merupakan habitat asli orangutan sumatera, serta hutan tropis yang masih alami dan lestari.
Selain itu, Aceh juga dikenal dengan masakan khasnya yang pedas dan penuh cita rasa, seperti mie Aceh, ayam tangkap, dan kue tradisionalnya. Keunikan kuliner Aceh ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi berbeda dalam setiap suapan.
Secara keseluruhan, Aceh bukan hanya menawarkan keindahan alam dan budaya, tetapi juga menjadi simbol ketahanan dan semangat juang masyarakatnya. Provinsi ini terus melestarikan tradisi yang telah ada sejak lama, sambil mengembangkan sektor pariwisata sebagai cara untuk memperkenalkan keindahan dan kekayaan budayanya ke dunia. [ADV]