BisnisNews

Kisah Sukses Murtala dan Yuliana Merintis Capli Sambal Ijo

Banda Aceh – Pada tahun 2017, Murtala bertemu dengan sejumlah petani cabai dalam rangka riset harga pangan. Pertemuan tersebut menjadi titik awal bagi perjalanan bisnisnya bersama sang istri, Yuliana, yang kini sukses menjalankan usaha sambal cabai hijau dalam kemasan, dengan merek Capli.

Usaha tersebut berlokasi di Meuraxa, Kota Banda Aceh, dan dimulai sejak tahun 2018. Dari pertemuan dengan petani cabai, Murtala menemukan tantangan besar yang dihadapi petani: kesulitan memasarkan cabai hijau yang sering kali membusuk saat harga turun.

Hal ini mendorongnya untuk mencari solusi inovatif, yakni dengan memproduksi sambal cabai hijau dalam kemasan. Setelah melakukan beberapa kali percobaan dan riset, dia memutuskan untuk mengambil bahan baku utama dari petani cabai di Gayo Lues.

“Kami sudah memulai usaha ini pada 2018,” ujar Murtala, ditemani oleh Yuliana saat ditemui di tempat usahanya, Kamis (6/2/2025).

Murtala kemudian menceritakan pahit manis perjuangannya dalam merintis usaha tersebut di hadapan wartawan mitra jurnalis Bank Indonesia. Untuk diketahui, Capli merupakan salah satu UMKM binaan Bank Indonesia Aceh.

Dalam kesempatan itu, Murtala mengenang perjuangannya di awal produksi, ketika harus menggunakan peralatan seadanya dan merasakan langsung pedasnya cabai yang mengalir ke tangan.

Puncak kesuksesan Capli terjadi pada tahun 2020, saat pandemi COVID-19 melanda. Di tengah banyaknya usaha lain yang terpuruk, Capli justru mengalami peningkatan pesat.

Saat itu, Murtala dan Yuliana berhasil memenuhi permintaan pasar dengan pasokan sambal cabai hijau yang melimpah, sementara produk lain terhambat distribusinya akibat pembatasan (lockdown).

Salah satu faktor yang membuat Capli begitu diminati adalah kualitas bahan bakunya yang berasal dari petani di dataran tinggi Gayo Lues. Murtala mengklaim, produk sambal yang mereka hasilkan terbuat dari 99,8 persen bahan alami dan tanpa pengawet kimia, menggunakan cabai hijau segar pilihan.

“Capli menggunakan bahan alami, tanpa pengawet, dan itu yang kami jaga. Kami ingin menawarkan produk yang sehat untuk masyarakat,” jelasnya.

Murtala juga mengungkapkan bahwa meski tanpa pengawet kimia, sambal Capli dapat bertahan hingga satu tahun, berkat penggunaan bahan alami, seperti asam sunti, yang tidak hanya berfungsi sebagai pengasam, tetapi juga sebagai pengawet alami.

Keistimewaan Capli terletak pada penggunaan asam sunti, bahan yang hanya ditemukan di Aceh, yang memberikan rasa khas pada sambal tersebut.

“Asam sunti inilah yang membuat Capli berbeda dengan sambal lainnya,” tambahnya.

Saat ini, sambal Capli telah dipasarkan di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bali, dan Lampung. Murtala berharap, usaha yang telah dirintisnya dapat terus berkembang dan memberi manfaat lebih bagi petani cabai serta masyarakat di Aceh.

“Usaha ini selain membantu rezeki kami, juga memberi rezeki bagi petani cabai,” pungkasnya. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button