News

Perawat RSUDZA Kirim Surat Terbuka ke Gubernur Aceh

Minta Pergub TPP Dicabut

Banda Aceh – Ribuan tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Aceh mengungkapkan kegelisahannya terkait Peraturan Gubernur Aceh No. 15 Tahun 2024 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Berdasarkan aturan tersebut, mulai 1 Januari 2025, tenaga kesehatan di RSUD milik Pemerintah Aceh tidak lagi menerima tambahan penghasilan berupa TPP dan Jasa Pelayanan sekaligus, melainkan hanya bisa memilih salah satu di antara keduanya.

Salah seorang perawat yang bertugas di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh, Fahmy M. Al Asyi dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, dan Wakil Gubernur, Fadhlullah, menegaskan bahwa kebijakan tersebut akan sangat merugikan para tenaga kesehatan.

Dalam suratnya, Fahmy menjelaskan bahwa sebelumnya, tenaga kesehatan yang bekerja di RSUD BLUD Pemerintah Aceh menerima dua jenis penghasilan: TPP dari Pemerintah Aceh dan Jasa Pelayanan dari Rumah Sakit.

“Namun, dengan adanya Pergub tersebut, kami dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu hanya bisa menerima salah satunya,” kata Fahmy yang juga Wakil Ketua Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik PPNI Kota Banda Aceh, Sabtu (8/3/2025).

Fahmy menjelaskan bahwa keputusan untuk membatasi hak tenaga kesehatan ini adalah “pil pahit” bagi mereka yang selama ini berjuang di garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya di masa-masa sulit seperti saat pandemi COVID-19.

Mereka harus terus bekerja meskipun harus mengorbankan waktu bersama keluarga dan berisiko tinggi, bahkan sampai saat ini tetap berada di barisan depan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, menurutnya, seharusnya pemerintah memberikan penghargaan dalam bentuk tunjangan yang setimpal, bukan malah menyulitkan mereka dengan kebijakan yang membatasi hak-hak mereka.

“Sebelumnya, kami bisa mendapatkan TPP dari Pemerintah Aceh dan Jasa Pelayanan dari Rumah Sakit. Namun sekarang, dengan adanya Pergub No. 15 Tahun 2024, kami harus memilih salah satunya. Ini sangat merugikan kami, karena penghasilan kami bisa berkurang jauh,” ujar Fahmy.

Selain itu, Fahmy juga mengingatkan bahwa peraturan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. TPP, menurutnya, adalah tambahan penghasilan yang sah bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900.1.3.2-1287 Tahun 2024.

Sementara itu, Jasa Pelayanan merupakan insentif yang diberikan oleh rumah sakit berdasarkan keuntungan BLUD, yang sah menurut PP No. 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Fahmy juga mengingatkan pernyataan Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, yang pernah mengunjungi PPNI Kota Banda Aceh pada 23 September 2024.

Saat itu, pria yang akrab disapa Mualem itu menyampaikan bahwa jika pergub tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, maka bisa diselesaikan dengan perubahan atau pencabutan. Namun, sampai saat ini, tidak ada perubahan yang signifikan terkait kebijakan tersebut.

“Para tenaga kesehatan sudah banyak berkorban, bahkan harus tetap bekerja di rumah sakit saat libur lebaran atau hari besar lainnya. Saat kami seharusnya bisa beristirahat bersama keluarga, kami justru harus terus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan ini tentu sangat berat, apalagi sekarang kami harus menghadapi pengurangan hak kami untuk mendapatkan TPP dan Jasa Pelayanan sekaligus,” tambah Fahmy.

Fahmy dan rekan-rekannya berharap agar Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, dan Wakil Gubernur, Fadhlullah, dapat mendengarkan aspirasi mereka dan segera mencabut Peraturan Gubernur No. 15 Tahun 2024 tersebut.

Mereka sangat berharap bahwa kebijakan yang merugikan ini dapat dibatalkan demi kesejahteraan tenaga kesehatan yang telah bekerja keras untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Aceh.

“Harapan kami sangat bergantung pada kebijakan Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur. Kami memohon agar kebijakan ini segera dicabut dan hak-hak kami sebagai tenaga kesehatan dapat dipulihkan,” ujar Fahmy.

Surat terbuka ini menjadi wujud protes dan harapan dari ribuan tenaga kesehatan di Aceh yang merasa terpinggirkan akibat kebijakan tersebut.

Mereka berharap, melalui perhatian dan kebijakan yang bijaksana, kesejahteraan tenaga kesehatan dapat lebih diperhatikan dan tidak lagi dipersulit dengan aturan yang tidak sesuai dengan hak-hak mereka. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button