
Banda Aceh – Selain menyimpan kekayaan budaya, kesenian, dan wisata, Kabupaten Aceh Tamiang juga memiliki segudang kuliner. Salah satunya “bubur pedas”, nama ini merujuk pada rasa pedas yang khas dari hidangan itu.
Bubur Pedas Aceh Tamiang mencerminkan konsep “Sempene” atau keberkahan dalam budayanya. Proses pembuatannya tidak hanya didasarkan pada kreativitas, tetapi juga pada pemilihan bahan-bahan yang memiliki makna tersendiri.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bubur pedas meliputi beras, ubi rambat merah, kacang panjang, terong Cina, pisang muda, pisang abu, ubi kayu, ikan asin kakap (bubu), udang basah, udang pukul, kepiting, kelapa, kunyit, merica, lengkuas, daun bebueh, sere, daun kunyit, dan daun sikentut.
Setelah bahan-bahan telah disiapkan, proses memasak bubur pedas dimulai dengan mencuci beras dan meniriskannya. Ubi kayu, ubi rambat, pisang muda, dan terong dipotong dadu.
Ikan asin dipanggang, udang dikupas, dan kepiting dipotong dua. Kelapa digunakan untuk membuat santan. Semua bumbu dihaluskan, kecuali lengkuas yang hanya perlu dikepret.
Kemudian, beras bersama bumbu direbus dengan air secukupnya. Setelah beras mengembang, semua bahan yang telah disiapkan ditambahkan. Terakhir, santan, terong, kacang panjang, dan garam ditambahkan sesuai selera.
Bubur pedas atau bubur pedah menjadi hidangan populer di kalangan masyarakat Tamiang, terutama selama bulan Ramadan atau perayaan pernikahan. Bubur ini, yang terbuat dari berbagai bahan, memiliki makna mendalam bagi masyarakat Tamiang.
Bubur pedas ini dapat ditemui pada hari-hari besar Islam, terutama saat bulan Ramadan serta pada event-event kebudayaan yang digelar pemerintah.
“Bubur pedas ini kuliner ini cukup terkenal di Aceh Tamiang, bubur ini dapat ditemui saat peringatan hari-hari besar di Aceh Tamiang,” kata Desi Duwiyanti dari Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Tamiang, beberapa waktu lalu.
Desi menyebutkan, bahan-bahan yang digunakan di bubur pedas hampir 100 persen adalah rempah-rempah. Semua bahan ini hasil alam Tamiang yang diambil langsung dari petani di sana.
“Aceh Tamiang kaya akan rempah, sehingga kami tidak perlu mengambil dari daerah lain untuk bahan-bahan bubur pedas ini,” tutur Desi.

Desi menambahkan, bubur pedas juga memiliki makna yang mendalam dalam konteks persatuan masyarakat Tamiang yang berasal dari berbagai suku. Meskipun beragam suku, masyarakat Tamiang bersatu sebagai satu kesatuan yang harmonis.
“Di Aceh Tamiang kuliner ini seperti makanan pemersatu, tua-muda dan beragam suku, ada Melayu, Jawa, Batak, dan sebagainya, semua suka akan bubur pedas ini,” kata Desi.
Selain di momen Ramadan, perayaan pernikahan dan hari-hari besar, bubur pedas bisa didapatkan dengan cara dibeli. Namun, hanya di lokasi-lokasi tertentu ada penjualnya.
“Yang pasti di momen-momen hari besar pasti ada kuliner ini,” pungkas Desi.
Harus Dilestarikan
Aceh Tamiang memiliki beragam kuliner tradisional yang kaya akan cita rasa dan sejarah. Salah satu kuliner khas yang cukup terkenal di daerah ini adalah bubur pedas, yang sering disebut-sebut sebagai kuliner pemersatu masyarakat Aceh Tamiang.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal mengatakan, kuliner tradisional seperti bubur pedas harus dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya Aceh Tamiang.
“Bubur Pedas bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan keberagaman budaya yang ada di Aceh Tamiang. Kuliner ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sini, dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut,” ujar Almuniza Kamal, belum lama ini.
Menurutnya, Aceh Tamiang kaya akan berbagai jenis kuliner khas yang dapat menjadi daya tarik wisatawan. Oleh karena itu, pemanfaatan potensi kuliner ini sangat penting untuk mendukung sektor pariwisata di daerah tersebut.
Menurut Almuniza, kuliner yang unik dan khas dapat menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung dan merasakan langsung kelezatan masakan tradisional Aceh Tamiang.
“Selain bubur pedas, masih banyak kuliner lainnya yang patut diperkenalkan lebih luas, seperti Sate Kambing Aceh Tamiang dan berbagai jenis olahan ikan laut. Semua itu memiliki nilai lebih yang dapat mendongkrak pariwisata Aceh Tamiang,” kata Almuniza Kamal.
Ia juga menambahkan bahwa untuk menarik minat wisatawan, perlu adanya promosi dan peningkatan kualitas kuliner tersebut, serta pengembangan infrastruktur pariwisata yang mendukung. Salah satunya adalah melalui festival kuliner yang melibatkan masyarakat lokal dan pelaku usaha kuliner, sehingga bisa menarik perhatian wisatawan dan memperkenalkan kuliner Aceh Tamiang ke dunia luar.
“Pentingnya melestarikan kuliner tradisional ini bukan hanya untuk menarik wisatawan, tetapi juga untuk mempertahankan identitas budaya yang sudah ada sejak lama,” ungkap Almuniza.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha pariwisata, Almuniza Kamal optimis Aceh Tamiang dapat menjadi destinasi wisata yang lebih dikenal, dengan kuliner sebagai salah satu daya tarik utamanya.
“Harapannya kuliner tradisional Aceh Tamiang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang serta dikenal di tingkat nasional dan internasional,” pungkasnya. [ADV]