Banda Aceh – Jelang Ramadhan, Ketua Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) wilayah Aceh, Nahrawi Noerdin masih menemui harga LPG 3 kg dijual di atas harga enceran tertinggi (HET), yakni mencapai Rp 40 ribu. Dia meminta pemerintah di Aceh untuk menertibkan pengecer ilegal.
Nahrawi mengetahui hal tersebut usai menemui sejumlah pedagang kuliner di Lapangan Tugu Kawasan Darussalam, Kota Banda Aceh pada Sabtu (18/3/2023).
“Sejumlah pedanggang kuliner di kawasan Darussalam mengeluh, harga LPG 3 Kg mencapai Rp 38.000 hingga Rp 40.000, jauh dari harga yang di tetapkan pemerintah yaitu Rp 18.000,” sebut Nahrawi dalam keterangannya, Senin (20/3/2023).
Menurutnya, pedanggang mengeluh sulitnya mendapatkan LPG 3 kg di pangkalan, karena kuota terbatas, dan mereka lebih mudah mendapatkan di kios-kios pengecer, namun harganya mencapai dua kali lipat dari harga pangkalan.
“Ini sangat aneh, dari mana LPG 3 kg yang dijual di kios-kios, yang seharusnya LPG 3 kg hanya dijual di pangkalan,” sebut Nahrawi.
Nahrawi mendesak intansi terkait untuk memperketat pengawasan peredaran LPG 3 kg di Aceh, sehingga LPG yang diperuntukkan untuk masyarakat miskin tersebut benar-benar tepat sasaran.
Apalagi, kata dia, beberapa hari lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan, sehingga tingkat kebutuhan LPG akan lebih banyak.
“Jika tidak diperketat pengawasan penjualan LPG 3 kg ini, saya khawatir bulan Ramadhan usaha mikro khusunya para pedagang kuliner akan semakin sulit mendapatkan LPG melon tersebut,” ungkapnya.
Sulitnya mendapatkan LPG 3 kg diakui Siti Nasuha, penjual nasi di kawasan Lapangan Tugu Darussalam. Menurutnya, untuk jualan mereka membutuhkan dua hingga tiga tabung per hari, tapi yang mereka dapatkan di pangkalan hanya satu tabung dalam satu minggu.
“Yang kita dapatkan di pangkalan hanya satu dalam seminggu, sementara kita perhari butuh LPG 3 kg sebanyak tiga tabung, terpaksa harus kita beli di kios kios pengecer yang harganya capai Rp 38.000,” keluhnya.
Selain itu, menurut Siti, mengantre di pangkalan kadang sering mengecewakan, karena setelah sekian lama menunggu, LPG juga tidak bisa didapatkan karena sudah habis.
Hal senada juga disebutkan Fatimah, penjual gorengan di kawasan Darussalam. Menurutunya, LPG 3 kg di pangkalan rutin masuk setiap minggu, tetapi karena jumlah terbatas, mereka kadang hanya bisa mendapatkan LPG satu tabung, malah pernah tidak mendapatkan meski telah mengantre lama
“Kami tidak tau mau mengadu kemana, kami jualan untungnya hanya sedikit, kalau kami gunakan LPG yang 12 kilogram akan merugi kami, karena harganya sangat mahal,” ungkapnya.
Selain Siti Nasuha dan Fatimah, seorang penjual bakso goreng, Nurhafni meminta pemerintah Aceh untuk memberi alokasi LPG 3 kg secara khusus bagi mereka usaha kuliner. Sehingga mereka akan tetap bisa jualan.
“Jika LPG 3 kg dijual Rp25.000 pertabung terasa sudah cukup baik bagi kami, dari pada sekarang harus membeli capai Rp 40.000 per tabung, sangat tidak wajar bila dibandingkan harga yang ditetapkan pemerintah hanya Rp18.000 per tabung,” ungkapnya.
Nurhafni berharap, pemerintah bisa memantau kembali penjualan LPG, karena sangat memberatkan bagi mereka jika setiap hari harus mengeluarkan modal terlalu banyak untuk membeli LPG 3 kg.
“Di pangkalan LPG tidak cukup, tetapi di kios-kios banyak, dan dijual dengan harga tinggi, ini dari mana,” tutupnya. []