Banda Aceh – Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Sabtu, 22 April 2023. Keputusan tersebut didapat setelah dilakukan sidang isbat penetapan 1 Syawal 1444 Hijriyah di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama (Kemenag) RI, Jakarta, pada Kamis (20/4/2023).
Dan isbat ini didasarkan pemantauan dari 123 titik pengamatan hilal se-Indonesia, yang digelar bertepatan dengan 29 Ramadan 1444 H.
Sidang isbat dilaksanakan secara tertutup, dan diikuti Komisi VIII DPR RI, pimpinan MUI, duta besar negara sahabat, perwakilan ormas Islam, serta Tim Hisab Rukyat Kemenag.
Di Provinsi Aceh, hilal tidak terlihat karena tertutupi awan dengan kondisi cuaca yang mendung sejak mulai Asar.
Plt Kakanwil Kemenag Aceh, Ahmad Yani ikut memantau hilal 1 Syawal di Gedung Observatorium Tgk Chiek Kuta Karang Kanwil Kemenag Aceh, di Lhoknga Aceh Besar.
“Setelah pengamatan bersama tim di Aceh, hilal tak terlihat dan laporannya kita kirimkan ke Menteri Agama di Jakarta. Hasilnya setelah rekapan seluruh Indonesia, pemerintah menetapkan 1 Syawal jatuh pada Sabtu, 22 April 2023,” kata A Yani.
Meski adanya perbedaan penetapan 1 Syawal, Ahmad Yani mengharapkan agar umat Islam bisa lebih bijak dalam menyikapi kemungkinan adanya perbedaan lebaran Idulfitri tahun ini.
“Mari kita saling menghormati dan menghargai perbedaan terkait 1 Syawal 1444 H, karena yang paling utama adalah bagaimana kita selaku umat Islam bisa mengejawantahkan nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan sehari hari, salah satunya dengan bijak menyikapi perbedaan, sebab perbedaan itu adalah rahmat, jangan lantas perbedaan tersebut dijadikan pertentangan,” katanya.
Sementara Ketua Tim Falakiyah Kanwil Kementerian Agama Aceh, Alfirdaus Putra menjelaskan bahwa penentuan awal bulan hijriah oleh Kementerian Agama adalah dengan rukyatul hilal pada setiap 29 hari bulan berjalan.
“Apabila hilal terlihat setelah Magrib, maka ke-esokan harinya akan masuk tanggal 1 bulan hijriah baru dan apabila tidak terlihat maka konsep rukyat tersebut akan bergeser pada konsep hisab imkan rukyat (imkan rukyat: integrasi antara rukyat dan hisab yang berdasarkan visibilitas hilal) yaitu apabila hilal sudah berada 3 derajat di atas ufuk dengan elongasi 6,4 derajat maka tanpa hilal terlihat pun keesokan harinya masuk ke tanggal 1 bulan baru,” jelasnya.
Konsep imkan rukyat atau visibilitas hilal yang digunakan oleh Kementerian Agama, sambung Alfirdaus, adalah kesepakatan beberapa negara yang terkumpul dalam MABIMS (Malaysia, Brunai Darussalam, Indonesia dan Singapura).
Setelah penelitian astronomis bertahun-tahun dan berdasarkan kepada musyawarah bersama para ulama dan ahli falak utusan negara tersebut beberapa tahun yang lalu.
Ia menerangkan juga bahwa data astronomis awal Syawal 1444 H menunjukkan bahwa pada 29 Ramadan 1444 H, ketinggian hilal untuk wilayah Aceh sebagai wilayah paling barat Indonesia adalah 2,35 derajat di atas ufuk dengan elongasi 3,08 derajat.
Sedangkan untuk wilayah timur dari Aceh hingga ke Papua posisi hilal lebih rendah dari keadaan hilal di Aceh. Papua, 0,42 derajat.
Berdasarkan data astronomi di atas, kemungkinan besar hilal tidak dapat dirukyat, baik dengan mata maupun menggunakan teleskop.
Hal ini berdasarkan bukti empiris bertahun-tahun sebelumnya yang belum terdapat dokumentasi hilal dengan posisi di bawah 3 derjat.
“Sehingga kemungkinan hilal tidak terlihat dan bilangan bulan Ramadan disempurnakan 30 hari, sehingga hari Jumat masih pada tanggal 30 Ramadan dan Idulfitri akan terjadi pada hari Sabtu, 22 April 2023,” terangnya.
Sebelumnya, Menag Yaqut menerbitkan surat edaran penyelenggaraan Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah/ 2023 M.
Dalam Edaran Nomor SE 05 tahun 2023 ini, Menag Yaqut mengimbau umat Islam menjaga ukhuwah Islamiyah dalam menyikapi perbedaan awal Syawal 1444 Hijriyah/ 2023 M.
“Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi kemungkinan perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 H/ 2023 M,” kata Menag Yaqut belum lama ini.
Edaran Menag Yaqut juga mengatur bahwa takbiran Idulfitri dapat dilaksanakan di semua masjid, musala, dan tempat-tempat lain. Namun demikian, pelaksanaannya tetap mengikuti Surat Edaran Menteri Agama No 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
“Takbir keliling dilakukan dengan tetap mengikuti ketentuan pemerintah setempat, menjaga ketertiban, menjunjung nilai-nilai toleransi, dan menjaga ukhuwah Islamiyah,” ujarnya.
Pemantauan dihadiri Para Kabid di lingkungan Kanwil, MPU Aceh, pihak BMKG, Ahli Falakiyah, Pakar Astronomi, perwakilan Ormas, awak media dan masyarakat umum. []