NewsOpini

Penguasa dan Pengusaha dalam Perpu Ciptaker

Oleh: Lutvia Zamira

SETELAH UU Cipta Kerja diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) akibat mengabaikan partisipasi publik dalam proses pembuatannya pada 2020 lalu, pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja melalui wacana pertumbuhan investasi yang telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada 21 Maret 2023 lalu. Berdasarkan temuan berbagai akademisi dan kelompok masyarakat sipil, UU Cipta Kerja dianggap merugikan kelompok buruh dan sipil, mengancam keberlangsungan lingkungan hidup, serta menguntungkan elite kapital yang berkepentingan di dalamnya.

Menyoal keadaan itu, tulisan ini hendak menekankan bekerjanya negara pada bentuk pengorganisasian kekuasaan ekonomi-politik. Bekerjanya institusi tersebut tidaklah berada dalam ruang hampa. Robinson dan Hadiz menyajikan tesis bagaimana negara beroperasi dalam suatu ekosistem yang didominasi oleh hubungan kekuasaan oligarkis, yaitu pengorganisasi kekuasaan yang ditandai oleh fusi antara kekuatan ekonomi dan politik dalam menjalankan proses akumulasi kekayaan, otoritas dan upaya pertahanan kolektifnya.

Fusi kekuatan ekonomi-politik dalam relasi kuasa oligarkis hadir akibat corak akumulasi kapital yang sangat bergantung pada akses dan kontrol terhadap institusi publik serta proteksi dari negara. Oligarki berkelindan dengan perkembangan kapitalisme yang menempatkan kekuasaan politik sebagai instrumen esensial untuk melangsungkan akumulasi kapital. Gejala tersebut berlangsung melalui aktor dan perangkat negara yang menyediakan akses bagi elite kapital untuk mempertahankan kekayaan materiilnya dengan berbagai cara.

Dalam konteks negara hukum, bekerjanya oligarki ditandai dengan pengguna instrumentasi perundang-undangan. Proses melegitimasi kuasa politik ekonomi dengan menangguk keuntungan dari masifnya eksploitasi sumber daya alam dan manusia dan fleksibilitas kebijakan ramah pasar, memperlihatkan karakter dominan yang melengkapi situasi tersebut.

Beriringan dengan mandeknya kanal politik progresif akibat relasi kekuasaan oligarki, DPR yang diharapkan dapat menjadi kanal penyaluran aspirasi warga sipil tidak berdaya di hadapan lembaga eksekutif saat menerbitkan Perpu Cipta Kerja. Alih-alih mengindahkan akumulasi penolakan publik terhadap muatan UU Cipta Kerja sejak pertama kali muncul dalam diskursus publik, DPR justru mengesahkan perpu tersebut menjadi undang-undang.

Keadaan tersebut mempertontonkan adegan mesra antara pemerintah, DPR dan pemilik modal dalam memuaskan hasrat kepentingan kapitalnya. Oligarki menyetir panggung politik menjadi pentas untuk meraup kepentingan privatnya. Melalui Perpu Cipta Kerja, hukum menjadi alat untuk melegitimasi penindasan hak sipil, ekonomi, sosial, politik, hingga lingkungan hidup, dan memuluskan nafsu kepentingan bagi para elit kapital.

Penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja, mencerminkan kuatnya kepentingan elit & oligarki dalam tinjauan ekonomi politik. Penetapan tersebut mencerminkan hakikat kehidupan politik yang diformat, dikendalikan, ditujukan, dan diabdikan demi kepentingan kaum elit yang dimodifikasi oleh para aktor politik di Indonesia hari ini, melalui produk-produk hukum yang terkesan legal namun secara substansi bertentangan dengan demokrasi.

Bukan hanya Perpu Cipta Kerja, berbagai fenomena politik mutakhir seperti bangkitnya ide perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu, serta kembali menguatnya ide sistem pemilihan umum proporsional tertutup adalah cerminan dari kemunduran demokrasi yang semakin menjadi dan sepak terjang oligarki yang semakin menggurita. Maka, oligarki dan kekuatan politik elitis adalah elemen-elemen yang layak untuk kita soroti bersama. Mereka melakukan manuver politik yang akhirnya tidak hanya membingungkan sisi ketatanegaraan semata, namun, sekali lagi menunjukkan kedigdayaan mereka dalam memporak-porandakan sistem politik Indonesia, khususnya demokrasi dan semangat reformasi yang termaktub dalam konstitusi. []

Lutvia Zamira merupakan mahasiswi Ilmu Politik FISIP Universitas Syiah Kuala (USK). Penulis dapat dihubungi melalui 0812 6427 0045

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button