Aceh Barat – Pocut Baren adalah sosok perempuan pejuang asal Aceh Barat yang tak hanya menjadi teladan dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda, tetapi juga inspirasi bagi generasi perempuan di masa kini.
Meskipun lahir dalam keluarga bangsawan, sebagai anak seorang Ulee Balang yang hidup dalam kemewahan, Pocut Baren tidak merasa nyaman dengan kemewahan tersebut. Sebaliknya, ia merasa terpanggil untuk berjuang demi kemerdekaan negerinya.
Hal ini diungkapkan oleh Pj Ketua TP PKK Aceh, Safriati, usai melakukan ziarah ke makam Pocut Baren di Gampong Tungkop, Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat, dalam rangka memperingati Hari Ibu 2024 pada Senin (2/12/2024).
“Pocut Baren adalah contoh nyata keteguhan hati dan semangat juang perempuan Aceh,” kata Safriati.
Pocut Baren, yang lahir pada tahun 1880, menghabiskan masa mudanya dengan penuh semangat berjuang melawan penjajah bersama tokoh legendaris Cut Nyak Dhien.
Meski hidup dalam kondisi cukup, darah Pocut Baren mendidih melihat negerinya dijajah. Perasaan tidak puas dan marah melihat penderitaan rakyat Aceh di bawah kekuasaan Belanda, mendorongnya untuk bergabung dalam perjuangan fisik.
Ia tidak hanya mengandalkan status sosialnya, tetapi memilih untuk berjuang di garis depan demi kebebasan bangsanya.
Semangat perlawanan Pocut Baren semakin membara, terutama setelah suaminya gugur dalam pertempuran melawan Belanda. Meski menghadapi kehilangan yang sangat mendalam, Pocut Baren tak surut. Ia tetap teguh melanjutkan perjuangan meski tanpa sosok suami yang mendampinginya.
Seiring berjalannya waktu, perjuangan Pocut Baren semakin sulit. Ia akhirnya ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Kutaraja (Banda Aceh).
Dalam proses penangkapan itu, Pocut Baren ditembak di bagian kakinya, dan luka tembak tersebut tak mendapat perawatan yang memadai. Akibatnya, luka tersebut membusuk dan harus diamputasi. Meski tubuhnya terluka parah, semangat Pocut Baren untuk terus berjuang tak pernah padam.
Setelah diamputasi, Pocut Baren dipulangkan kembali ke kampung halamannya di Gampong Tungkop, tempat ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya.
Namun, perjuangan dan pengorbanan besar Pocut Baren tidak akan pernah terlupakan. Ia akhirnya meninggal dunia pada tahun 1893, namun namanya tetap dikenang sebagai simbol keberanian dan keteguhan dalam melawan penjajahan.
Teladan Bagi Perempuan Masa Kini
Di hadapan makam Pocut Baren, Pj Ketua TP PKK Aceh, Safriati, berharap semangat dan keteguhan yang dimiliki Pocut Baren bisa menjadi teladan bagi seluruh perempuan Indonesia, khususnya perempuan Aceh, untuk terus gigih dalam menghadapi tantangan hidup.
“Dengan ziarah hari ini, saya berharap kita semua para perempuan Indonesia, khususnya Aceh, untuk mencontoh dan menauladani kegigihan perjuangan Pocut Baren dalam kehidupan sehari-hari kita,” kata Safriati.
Menurut Safriati, Pocut Baren mengajarkan semua masyarakat Aceh tentang pentingnya keberanian, semangat juang, dan tekad yang tidak tergoyahkan untuk mencapai tujuan, bahkan di tengah cobaan dan kesulitan yang luar biasa.
Di sisi lain, Pocut Baren adalah bukti bahwa perjuangan perempuan tak kalah pentingnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, dan hingga hari ini, semangat juangnya tetap hidup dalam setiap langkah generasi penerus bangsa.
“Sosoknya akan selalu dikenang sebagai pahlawan perempuan yang memiliki dedikasi besar terhadap tanah air dan bangsanya,” ujar Safriati. [ADV]