KhazanahNews

Mengenal Leumang, Santapan Tamu Kerajaan Aceh Saat Lebaran

Banda Aceh – Selain memiliki alam yang indah, Aceh juga memiliki beragam suku, bahasa dan kuliner. Salah satu kuliner yang dimiliki provinsi paling ujung barat Indonesia ini adalah leumang.

Leumang adalah salah satu kuliner yang dapat ditemui pada bulan Ramadan dan hari-hari kebesaran Islam. Jika dilihat lebih jauh, kuliner ini ternyata sudah ada sejak masa Kesultanan Aceh.

Pemerhari Sejarah dan Budaya Aceh, Tarmizi Abdul Hamid mengatakan, pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, leumang menjadi kudapan khas yang disajikan untuk tamu-tamu kerajaan yang berasal dari Melayu.

Tamu-tamu kerajaan dari Melayu tersebut berasal dari Malaysia, Kamboja, Thailand, Brunei Darussalam dan negara lainnya. Biasanya, mereka bakal bertamu ke istana kerajaan setiap hari raya baik Idulfitri maupun Iduladha.

“Leumang ini menjadi kuliner istimewa tamu-tamu raja, khususnya tamu-tamu dari Melayu. Jadi, raja begitu datang tamu-tamu dari Melayu disuguhkan kulak, pengat, leumang, dan lain sebagainya,” kata Cek Midi, sapaan akrab Tarmizi Abdul Hamid saat ditemui sudutberita.id, beberapa waktu lalu.

Kata Cek Midi, leumang itu sebenarnya berasal dari orang Melayu yang kemudian dibawa ke Aceh, lalu dikembangkan oleh orang Aceh. Saat itu, orang-orang Melayu datang ke Aceh untuk mengikuti pengajian-pengajian dari ulama di Tanah Rencong.

“Apakah orang Melayu datang ke Aceh untuk mengikuti pengajian-pengajian dari syeikh-syeihk di Aceh? Bisa saja terjadi begitu. Di Aceh negeri Melayu yang ada cuma Tamiang. Itulah ikon Melayu yang ada di Aceh,” ujarnya.

Selain mengikuti pengajian, kata Cek Midi, orang Melayu datang ke Aceh untuk berdagang. Apalagi saat itu Aceh menjadi sentral perdagangan dunia, terutama rempah-rempah.

“Aceh daerah makmur, jadi berdagang orang ke Aceh Darussalam ini. Masing-masing mereka ada yang membawa tradisi makanan sendiri dari luar untuk dikembangkan di Aceh. Karena dia akan lama tinggal di Aceh, kawin dengan orang Aceh, jadi makanan itu milik orang Aceh,” tutur Cek Midi.

Cek Midi yang juga kolektor manuskrip kuno Aceh menjelaskan, proses pembuatan leumang membutuhkan waktu yang lama dan koki yang khusus, karena makanan ini dianggap kuliner istimewa para-para raja Aceh.

“Leumang bukan sekadar dibuat begitu-begitu saja, dia harus ada koki khusus dan punya keahlian. Setelah ditaroh bumbu, baru dimasukkan ke dalam buluh. Kemudian, dibakar dengan panas temperatur yang sudah terukur, menurut nalar kokinya,” katanya. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button