NewsOlahraga

DPRA Tegaskan Aceh Ingin Ada Warisan dari PON 2024

Banda Aceh – Ada keprihatinan yang mendalam di kalangan pejabat di Provinsi Aceh terkait dengan persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan diselenggarakan di daerah tersebut.

Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), M Rizal Falevi Kirani, memaparkan berbagai permasalahan substansi yang belum terpecahkan sejak awal, dan berbagai perbedaan pandangan yang dapat mengancam penyelenggaraan PON Aceh.

Salah satu permasalahan utama yang disoroti adalah penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) untuk PON. Kirani mempertanyakan kebijakan tersebut.

“Kami di DPR Aceh, 9 fraksi tidak sepakat penggunaan APBA untuk PON. Karena tidak ada nomenklatur untuk penggunaan pembangunan PON, kalau subsidi 20 atau 100 miliar masih wajar,” tegas Falevi dalam diskusi yang digelar Aceh Resource & Development (ARD) di Banda Aceh, Selasa (17/10/2023).

Menurut Kirani, semangat untuk menggelar PON di Aceh adalah untuk meninggalkan warisan berupa pembangunan dan infrastruktur yang akan membantu pembangunan jangka panjang di daerah tersebut. Namun, ia merasa bahwa APBA tidak seharusnya digunakan untuk tujuan ini.

“Kini dana otonomi khusus (otsus) Aceh sedang berkurang. Dulu Rp 8,7 triliun, kini hanya Rp 3,7 triliun. Belum lagi infrastruktur lain, rumah sakit regional belum selesai, utang ke BPJS belum selesai dibayar,” tegasnya.

Kirani juga menyoroti perbandingan dengan provinsi lain yang menjadi tuan rumah PON, di mana mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat hingga 10 triliun rupiah.

“Dalam kasus provinsi lain yang menjadi tuan rumah PON, ada legacy, bukan menghabiskan APBD,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa rekomendasi dari 9 fraksi di DPR Aceh adalah bahwa dana PON tidak seharusnya diambil dari APBA.

“Kami di Badan Anggaran DPRA juga tidak sepakat APBA digunakan untuk membangun infrastruktur PON,” jelas Kirani.

Kirani mengungkapkan keprihatinan atas kurangnya upaya lobi yang memadai untuk mendukung PON di Aceh.

“Kita heran kenapa giliran Aceh jadi tuan rumah, kita jadi korban, pertama dijanjikan kemudian tidak direalisasikan. Dari pembangunan baru, menjadi rehab bangunan,” katanya.

Ia mempertanyakan kegagalan pihak Aceh untuk meyakinkan pemerintah pusat terkait pembangunan di daerah ujung barat Sumatra itu.

Di akhir paparannya, Kirani kembali menggarisbawahi pentingnya pembangunan nyata sebagai bagian dari persiapan PON di Aceh. Pembangunan ini diharap menjadi warisan untuk Tanah Rencong.

“Kalau tidak ada pembangunan dan rehab-rehab saja, untuk apa PON di Aceh? Jika menggunakan APBA, lebih baik kasih PON ke daerah lain,” tandasnya. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button