Nagan Raya – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rawa Tripa Institute menuding Yayasan APEL Green Aceh menggunakan dalil-dalil fiktif saat aksi unjuk rasa mendesak Pengadilan Negeri (PN) Suka Makmue untuk segera melaksanakan eksekusi lahan PT Kallista Alam.
Aksi itu sendiri dilakukan oleh puluhan anak muda yang tergabung dalam Yayasan APEL Green Aceh di depan kantor PN Suka Makmue, Nagan Raya, Jumat (17/3/2023).
Wakil Direktur LSM Rawa Tripa Institute, Teuku Razeki, S.IP mengeklaim, lahan yang disebut Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) di Desa Pulo Kruet, Kec. Darul Makmur, Nagan Raya itu bukan lah milik PT Kallista Alam, melainkan milik masyarakat.
“Faktanya sesuai kekuatan hukum lahan yang dituduhkan tersebut adalah milik masyarakat Desa Pulo Kruet, Kec. Darul Makmur yang semuanya sudah bersertifikat hak milik, bukan milik PT Kallista Alam yang katanya terbakar hingga 1600 hektare,” kata Razeki di Nagan Raya, Jumat (17/3/2023) malam.
Dia juga menuding dasar putusan Pengadilan Negeri Meulaboh dengan nomor 12/Pdt-G/2012 itu kuat dugaan fiktif, pasalnya luas area lahan Desa Pulo Kruet hanya 800 hektare saja, tidak seluas lahan yang terbakar seperti yang dituduhkan tersebut.
Jika memang lahan yang tersebut terbakar 1600 hektare seperti yang dituduhkan, kata dia, maka yang pertama terjadi adalah hilangnya Desa Pulo Kruet, Kec. Suka Makmue.
“Sedangkan hal lainnya, tidak sedikit masyarakat Pulo Kruet yang meninggal dengan kebakaran lahan tersebut, lantaran Pulo Kruet dikepung asap,” kata Razeki.
“Namun faktanya kejadian yang dituduhkan tidak demikian, KLHK membangun dalil fiktif sebagai dasar pijakan mereka dan APEL menjadikan isu ini dengan dalil-dalil fiktif tersebut sebagai bahan jualan kaki lima untuk kepentingan sekelompok mereka yang mengatasnamakan masyarakat dan penyelamatan hutan gambut Rawa Tripa.”
Dalam kesempatan itu, Razeki menyampaikan bahwa guna menghindari konflik di tengah-tengah antara masyarakat dan KLHK, pihak perusahaan bersama mahasiswa dan masyarakat Desa Pulo Kruet dan tim Pansus DPRK Nagan Raya telah meninjau langsung titik lokasi lahan tersebut pada November 2019.
“Tinjauan tersebut untuk menindaklanjuti persoalan ini yang berakhir pada permintaan DPRK Nagan Raya kepada PN Suka Makmue untuk menerbitkan surat rekomendasi atau surat pemberitahuan kepada Mahkamah Agung, PN Banda Aceh, PN Meulaboh untuk menunda sementara pelaksanaan eksekusi,” sebut dia. []