Aceh Barat – Salah seorang ulama pakar hadis dari Yaman Habib Shaleh bin Yahya Mauladawilah memberi tausiah untuk para santri Dayah Ruhul Qurani (RQ), Meulaboh, dengan tema “Keutamaan Akhlak Mulia Bagi Para Penuntut Ilmu.” pada Kamis (2/10/2023).
Kehadiran ulama hadis dari Yaman ini merupakan rangkaian safari dakwah di wilayah Barat Selatan yang diprakarsai oleh Majelis Mahabbah Rasulullah (MMR) Aceh Selatan, Majelis Darul Muhibbin Aceh Barat Daya, dan para alumni Ma’had Darul Lughah Wadda’wah (DALWA) Jawa Timur, asal Aceh.
Dalam kata sambutannya, pimpinan Dayah Ruhul Qurani Ust. H. Kamil Syafruddin, Lc. Dpl. mengatakan, “Alhamdulillah, kami sangat senang atas kehadiran ulama dari negeri Yaman. Semoga kehadiran Habib Shaleh bin Yahya ini menjadi sebuah keberkahan bagi Dayah Ruhul Qurani, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga menjadi penyemangat bagi para santri untuk terus belajar dan bisa melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah, salah satunya ke negeri Yaman.”
Di sela-sela tausiahnya, Habib Shaleh bin Yahya mengatakan, “Kita ucapkan terimakasih banyak kepada pendiri Dayah Ruhul Qurani yaitu Bapak Haji Tito. Barangsiapa yang mendirikan Dayah, maka ia mendapat seluruh pahala dari seluruh aktivitas kebaikan di Dayah tersebut, seperti pahala belajar, pahala mengajar, pahala membaca Al-Quran, shalat, dan lainnya.”
Motivasi Dari Hewan Dalam Menuntut Ilmu
Dalam memotivasi santri untuk menuntut ilmu, Habib Shaleh bin Yahya melakukan pendekatan yang unik, yaitu mengambil pelajaran dari kisah hewan di dalam Al-Quran.
Misalnya dalam surah al-Maidah ayat 4, Allah menjelaskan bahwa jika hewan buruan ditangkap oleh anjing yang telah dilatih, maka hewan buruan itu halal dimakan. Namun, jika anjing itu tidak pernah diajarkan apa-apa, maka haram dimakan. Hal ini menunjukkan bahwa, anjing yang diajarkan ilmu memiliki kedudukan yang lebih mulia dari anjing yang tidak diajarkan apa-apa.
Habib Shaleh juga mengambil pelajaran dari kisah burung Hud-hud yang ada dalam surah an-Namlu ayat 20-22. Pada suatu hari, Nabi Sulaiman a.s. mengecek pasukannya, dan ternyata burung Hud-hud tidak ada. Nabi Sulaiman pun berniat akan mengazab burung Hud-hud atas kesalahannya dan akan menyembelihnya. Namun, burung Hud-hud kemudian datang kepada Nabi Sulaiman dengan mengatakan, “Saya memiliki pengetahuan yang belum engkau ketahui tentang negeri Saba’.” Maka, dengan ilmu pengetahuan inilah burung Hud-hud tidak disembelih oleh Nabi Sulaiman a.s.. Berarti ilmu itu adalah sumber keselamatan.
Urgensi Ilmu Dunia dan Ilmu Syariah
Dalam tausiahnya juga, Habib Shaleh bin Yahya mengatakan bahwa ilmu dunia seperti biologi, kimia, fisika, matematika, itu penting untuk dipelajari. Hal ini karena tiga hal, pertama, dengan menguasai ilmu dunia maka umat Islam tidak bergantung kepada umat non-muslim. Kedua, dengan ilmu dunia umat Islam bisa berkhidmah untuk sesama umat Islam.
Ketiga, mentauladani Rasulullah Saw.. Bahwa dulu Rasulullah Saw. pernah memerintah Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Yahudi, karena tanpa menguasai bahasa Yahudi, Nabi Muhammad merasa tidak aman dari makar mereka. Maka Zaid pun mempelajari bahasa Yahudi dan telah menguasainya selama 15 hari saja. Bahasa Yahudi tentunya salah satu ilmu dunia, dan Zaid menguasainya karena taat kepada perintah Nabi dan juga sebagai khidmah untuk umat Islam. Jika perlu membuat surat dalam bahasa Yahudi, maka Zaid bin Tsabit bisa menuliskannya.
Habib Shaleh mengatakan, ilmu dunia ini bisa menjadi berpahala jika niatnya adalah karena Allah dan untuk berkhidmah untuk umat Islam. Sementara ilmu syariah, tentu pahalanya lebih besar lagi.
Semua Santri Mendapat Ijazah dan Sanad
Usai memberi tausian dan tanya jawab, maka di penghujung acara Habib Shaleh bin Yahya memberikan beberapa sanad dan ijazah secara umum kepada para santri, di antarnya adalah sanad dan ijazah hadis al-Musalsal bil Mahabbah. Setelah diberikan, para santri pun mengucapkan, “Qabilna,” yang artinya, “Kami telah menerimanya.”
Sosok Habib Shaleh bin Yahya Mauladawilah
Habib Shaleh bin Yahya merupakan ulama muda Yaman yang lahir pada tahun 1978. Beliau belajar di Darul Musthafa, Tarim, yang diasuh oleh Habib Umar bin Hafidz. Beliau belajar di Darul Musthafa sejak tahun 2003 hingga tahun 2008. Setelah itu beliau melanjutkan kuliah ke Fakultas Islami di Saweun, Hadramaut.
Selain berguru pada Habib Umar, beliau juga belajar dan mengambil sanad keilmuan pada ulama terkemuka Yaman lainnya. Beliau pernah belajar pada Habib ‘Ali bin Masyur yang merupakan mufti Tarim, selama kurang lebih 13 tahun. Kemudian beliau juga belajar pada ulama besar lainnya seperti Habib Abu Bakar al-‘Adni, Habib Salim Assyatiri dan lainnya.
Dengan kapasitas keilmuannya, maka Habib Shaleh bin Yahya diamanahkan untuk menjadi salah satu tenaga pengajar di Ma’had Darul Musthafa, Tarim. Selain itu beliau juga aktif melakukan safari dakwah ke beberapa negara, di antaranya adalah Indonesia dan Malaysia. []