Banda Aceh – Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Aceh, Nahrawi Noerdin merespons wacana penghentian penggunaan barcode pada saat pengisian BBM di SPBU yang ada di Aceh selama pelaksanaan PON XXI pada September 2024 mendatang.
Menurut Nahrawi, Aceh selaku tuan rumah gelaran akbar olahraga nasional lima tahunan tersebut, diketahui telah menerapkan kebijakan penggunaan barcode di SPBU bagi konsumen yang menggunakan BBM bersubsidi.
Sejauh ini, kata Nahrawi, program tersebut terbilang berhasil diterapkan di Aceh, dan menjadikan daerah ini sebagai pilot project nasional dalam pendistribusian BBM bersubsidi tersebut.
“Artinya, Aceh diakui berhasil mendistribusikan BBM bersubsidi dengan baik sesuai peruntukannya kepada masyarakat yang berhak,” kata pria yang akrab disapa Toke Awi itu dalam keterangan diterima sudutberita.id, Senin (29/7/2024).
Kata Toke Awi, pemilihan Aceh sebagai pilot project pendistribusian BBM bersubsidi menggunakan barcode merupakan sesuatu yang sangat prestisius bagi daerah ujung barat Sumatra itu.
“Penggunaan barcode ini, bukan hanya sebagai pilot project nasional yang berhasil, tetapi juga menemukan solusi bagi problem carut marutnya distribusi bbm bersubsidi di Aceh selama puluhan tahun,” ujar Toke Awi.
Toke Awi membandingkan, pasca penggunaan barkode, BBM bersubsidi relatif tepat sasaran hanya digunakan oleh yang berhak. Para pendompleng yang tidak berhak dan selama ini memanfaatkan BBM subsidi untuk kepentingan pribadi atau kelompok jadi kesulitan mendapatkan akses.
“Kitapun menaruh harapan bahwa kebijakan ini akan tetap membuat BBM bersubsidi yang diberikan akan cukup hingga akhir tahun.”
“Sehingga tidak ada lagi pemandangan lazim yang selalu muncul pada akhir tahun berupa antrean super panjang selama berjam-jam di hamper semua SPBU untuk menanti BBM subsidi, yang kuota setahunnya sudah habis sebelum akhir tahun,” tambah Toke Awi.
Toke Awi merasa prihatin ketika tiba-tiba ada pemikiran untuk mencabut kebijakan yang baik itu. Jika argumentasi yang diajukan adalah penghapusan kebijakan bagus itu penting dilakukan karena Aceh harus menerima tamu dalam jumlah besar yang menghadiri PON, berarti daerah ini memilih langkah mundur untuk mengakomodir para tamu yang ‘tidak terbiasa’ dengan penggunaan barcode di SPBU.
Bagi Toke Awi, event PON ini justru menjadi ajang dan kampanye penting bagi seluruh anak bangsa dari seluruh penjuru tanah air untuk melihat bagaimana tertibnya penggunaan BBM bersubsidi di Aceh.
“Ini waktu yang tepat untuk mensosialisasikan keberhasilan Aceh menerapkan sistem barkode di SPBU bagi pengguna bbm bersubsidi. Mengapa Aceh justru harus mundur ke belakang dengan menghapus kebijakan barkode yang bagus itu di tengah kesempatan sosialisasi yang sangat baik bagi seluruh peserta PON yang hadir.”
“Dengan program barcode ini subsidi yang diberikan jadi lebih tepat sasaran, sehingga BBM subsidi tidak lagi bisa dimanfaatkan oleh kontraktor, kalangan industri, dan lain-lain yang tidak berhak. Maka mudah-mudahan kuota akan cukup hingga akhir tahun tanpa ada kelangkaan,” ujarnya.
Selain itu, Toke Awi menjelaskan pajak daerah atas penggunaan BBM oleh kalangan kontraktor, industri, dan lain-lain juga menjadi jelas masuk ke kas Pemerintah Aceh, karena tidak termanipulasi oleh penggunaan BBM subsidi.
Toke Awi percaya legislator Aceh yang sempat mengusulkan agar sistem barcode dihapus sudah tahu mana yang terbaik untuk daerah ini.
“Mereka (DPRA) tidak akan mungkin menerima kemunduran bagi Aceh. Jikapun memang harus, mungkin hanya dispensasi selama event berlangsung sebagai bentuk penghormatan bagi para tamu. Tapi saya berharap tidak demikian, karena para tamu juga pasti ingin belajar dari cara Aceh membuat kebijakan bagi kepentingan rakyat, termasuk bagaimana subsidi BBM benar-benar dinikmati oleh rakyat yang berhak,” pungkasnya. []