Banda Aceh – Menjadi pemimpin perempuan memiliki tantangan lebih dibandingkan laki-laki. Bahkan bila berkapasitas lebih baik dibandingkan laki-laki, tetap dinomorduakan.
“Begitu pengalaman saya saat di DPRK Kota Banda Aceh, menjabat wali Kota Banda Aceh, bahkan ketika di DPR RI,” kata Calon Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal saat menjadi pembicara di Sekolah Kepemimpinan Perempuan, Sabtu (12/10/2024).
Flower Aceh dan Kohati Banda Aceh, inisiator kegiatan bertema Meneguh Eksistensi Kepemimpinan Perempuan Untuk Perubahan dan Kemandirian tersebut.
Walau memiliki tantangan besar, namun menurut Illiza perempuan tidak boleh menyerah dengan kondisi. Justru meningkatkan kapasitas agar mendapat kepercayaan publik.
“Kita pejuang bukan pecundang. Kalau soal kemampuan perempuan terkadang kita lebih dari laki-laki. Tapi kita tetap dinomer duakan,” tegas Illiza.
Pada para peserta Illiza juga berbagi pengalamannya saat memimpin Banda Aceh. Dalam Musrembang perempuan walau dilibatkan kurang berperan, sehingga kepentingan perempuan minim tersalurkan dalam perencanaan pembangunan.
“Sehingga kita membuat Musyawarah Rencana Aksi Perempuan (Musrena) sebelum Musrembang. Maka bermunculan gagasan cemerlang perempuan untuk pembangunan,” kata Illiza.
“Ternyata hasilnya lebih komprehensif. Selain Musrena, hasil perjuangan bersama berdirinya Balai Syura Ureung Inong Aceh,” sebut Illiza.
Illiza juga mengaku pemimpin perempuan kerap diremehkan terkait pembangunan infrastruktur. Namun hal itu terbantahkan di masa kepemimpinannya.
“Buktinya di masa kepemimpinan saya bisa membangun Banda Aceh Madani Education Center (BMEC) sekarang Balee Meuseuraya Aceh (BMA), flyover, underpass, dan lainnya,” kata Illiza.
“Itu bisa kok.”
Illiza memberi motivasi untuk para peserta bahwa perempuan bisa memimpin. Asal melatih diri untuk konsisten, disiplin, dan berempati, serta mendapat dukungan, “women support women.” []
