News

Polemik Pembatasan Sempadan Pantai di Sabang Berujung Damai

Sabang – Pembatasan sempadan pantai yang berlokasi di jembatan penginapan Pulau Weh Dive Resort, yang sempat menjadi polemik hangat di kalangan masyarakat Kota Sabang berakhir damai.

Sebelumnya tersiar kabar bahwa adanya pembatasan wilayah atau larangan melakukan aktivitas memancing, pengusiran, serta pernyataan hak milik terkait lokasi dimaksud oleh pemilik resort.

Namun, hal tersebut dibantah Camat Sukamakmue Nurmansyah Putra, yang telah melakukan audiensi dengan pihak-pihak bersiteru yakni Aulia penanggung jawab Pulau Weh Dive Resort dan Bayu Ketua Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup Indonesia Kawasan Laut Hutan dan Industri (LPLHI-KLHI) DPD Kota Sabang.

“Tidak ada pengusiran dan intervensi dari pihak TNI seperti yang dikabarkan, itu hanya kesalahpahaman saja, masing-masing pihak sudah bertemu dan komitmen tidak memperpanjang masalah ini. Pihak resort pun tidak melarang masyarakat untuk menikmati laut yang berlokasi di tempat usahanya, tapi mereka hanya menjalankan amanah sebagai pemohon yang diberikan ijin oleh pihak Pemda untuk menjaga lingkungan di sana,” kata Putra, di Sabang, Minggu (25/8/2024).

Dia menjelaskan, sebelum membangun usaha wisata, pihak resort harus memenuhi dan menunaikan persyaratan perijinan. Di antaranya yaitu menjaga kelestarian fungsi ekosistem, masyarakat di wilayah pesisir, alokasi ruang untuk akses jalan untuk dilalui menuju pantai, dan menjaga lingkungan dari berbagai aktivitas merusak seperti limbah.

“Jadi secara undang-undang di sana tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan dan itu pun berbentur dengan Qanun Gampong, oleh panglima laot, jadi tidak boleh. Di spot wisata memang tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan,” ujarnya.

Camat Sukamakmue juga menyerukan kepada investor, pelaku wisata maupun masyarakat, agar tetap memperhatikan aturan-aturan terkait garis pantai yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 51 tahun 2016 tentang batas sempadan pantai.

“Yang jelas, pantai itu adalah tanah milik negara dan seseorang dilarang meng-klaim nya menjadi hak pribadi, baik itu secara personal ataupun lembaga,” terangnya.

Namun menurut Putra, para pihak seperti pelaku wisata perlu menjaga harmonisasi, baik untuk menjaga baik ekosistem laut maupun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar.

“Untuk ke depannya kalaupun memang ada permasalahan terkait lingkungan seperti ini bisa di musyawarahkan terlebih dahulu, jangan langsung mengambil keputusan sepihak, apa lagi memberitakan yang membuat heboh masyarakat,” tutupnya. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button