News

Soal Isu Nuklir Korut, Prabowo Dinilai Mampu Menjaga Perdamaian Semenanjung Korea

Jakarta – Presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai memiliki wawasan strategis dan kemampuan diplomasi yang baik, yang diharapkan bisa membuka kemungkinan peran RI mendorong terciptanya perdamaian di Kawasan Semenanjung Korea. Indonesia memiliki landasan historis hubungan dengan Korea Selatan maupun Korea Utara.

Dalam konteks ini, Indonesia akan mengedepankan dukungan terhadap negosiasi damai dan kerjasama diplomatik sebagai pendekatan utama dalam menyelesaikan permasalahan terkait uji coba misil Korea dan upaya denuklirisasi seperti dituntut AS, Korsel dan Jepang.

Pandangan ini terungkap dalam webinar bertajuk “Strategic Crossroads: Navigating the North Korean Challenge in East Asia Security and Indonesia’s Foreign Policy”, yang diselenggarakan oleh Marapi Consulting & Advisory bersama Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) dan Republik Merdeka (RMOL.ID) pada Kamis (30/5/2024).

Webinar ini menghadirkan narasumber Ratih Indraswari (dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Katolik Parahyangan), Hariyadi Wirawan (dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia), Irawan Ronodipuro (Ketua Hubungan Luar Negeri DPP Partai Gerindra), serta Beni Sukadis (Marapi Consulting & Advisory).

Menurut Ratih Indraswarti, kecil kemungkinannya (kebijakan nuklir) Korea Utara akan berubah meski dalam tekanan internasional yang luar biasa.

“Rangkaian tes nuklir dan tes misil oleh Korea Utara yang memuncak pada rejim Kim jong Un adalah instrumen negosiasi dan deteren bagi keberlangsungan pemerintahnya,” ungkap Ratih.

Korea Utara sendiri tampaknya akan terus menggunakan senjata nuklir sebagai alat negosiasi luar negeri mereka, meskipun mereka sebenarnya sangat bergantung pada RRT dan juga Rusia untuk kelangsungan perekonomian dan pengembangan teknologi persenjataan mereka.

Karena itu, menurut Ratih, peran penting kebijakan luar negeri RI adalah mendorong perdamaian di semenanjung Korea bersama dengan AS dan Korea Selatan dalam konteks tekanan trilateral.

Sementara itu, Haryadi Wirawan melihat bahwa sebenarnya Korea Utara masih terbuka untuk diajak berdiskusi bersama dengan dunia internasional. RRT, Korea Selatan, dan Jepang pun sudah melakukan diskusi bersama untuk mencari kesepakatan dalam menghadapi Korea Utara.

Lebih lanjut, Hariyadi menjelaskan perundingan trilateral tersebut terlaksana sebab baik RRT maupun Jepang dan Korea Selatan tidak mau kehilangan inisiatif dalam menghadapi Korea Utara karena mereka tidak mau inisiatif tersebut dipegang oleh Amerika Serikat.

Irawan Ronodipuro dari Partai Gerindra dengan yakin menyatakan, presiden terpilih Prabowo Subianto adalah sosok yang memiliki wawasan dan kemampuan diplomasi yang sangat baik sehingga terbuka kemungkinan Prabowo akan mengundang Kim Jong Un untuk berkunjung ke Indonesia dalam rangka membangun kembali hubungan emosional antara pemimpin kedua negara seperti yang dulu pernah ada.

“Dengan adanya hubungan emosional yang kuat antara kedua pimpinan, maka Indonesia akan dapat berperan menjadi penengah yang baik dalam upaya mendamaikan ketegangan di Asia Timur,” ungkap Irawan.

Irawan menegaskan, pemerintahan Prabowo akan tetap mempertahankan prinsip Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif dan Indonesia tetap akan berpegang teguh pada prinsip “a thousand friends is too few and one enemy is too many” (seribu kawan terlalu sedikit dan satu musuh terlalu banyak).

Maka dari itu, Indonesia akan mengedepankan negosiasi damai dan kerjasama diplomatik dalam menyelesaikan permasalahan Korea. Indonesia juga akan mengajak negara-negara lain untuk bergabung dalam sebuah kerangka multilateral dalam upaya-upaya diplomasi.

Terakhir, Beni Sukadis dalam paparannya menekankan peran strategis RI sangat penting, di mana saat ini tata kelola dunia sudah berubah sejak berakhirnya Perang Dingin.

Dengan kebangkitan RRT dan memudarnya hegemoni Amerika Serikat, Indonesia juga harus mengambil peran dalam mengawal perubahan tata kelola dunia sehingga kepentingan nasional dapat diperjuangkan dan Indonesia tidak lagi sekedar menjadi kolateral.

Sebagai middle power, Indonesia dapat berkontribusi dengan berbagai langkah dan upaya diplomasi dan kerjasama dengan negara-negara yang memiliki kesamaan kepentingan.

Webinar ini menyimpulkan, ke depan Indonesia sangat diharapkan berperan aktif dalam memperkuat stabilitas dan perdamaian di kawasan melalui kolaborasi internasional dan pendekatan kolektif terhadap isu-isu keamanan.

Upaya ini akan mencerminkan komitmen Indonesia untuk memainkan peran aktif dan konstruktif dalam menghadapi tantangan-tantangan di kawasan Asia Timur. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button