Rapat Teknis TPID Provinsi Aceh untuk Koordinasi Pengendalian Inflasi Pangan di Banda Aceh, Rabu (24/8/2022). |
Banda Aceh – Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh mengatakan, inflasi di daerah ujung barat Sumatra itu tergolong tinggi disebabkan oleh beberapa komponen utama seperti cabai merah, bawang merah, angkatan udara, bahan bakar rumah tangga (BBRT), dan cabai hijau.
Hal tersebut disampaikan Kepala BI Aceh, Achris Sarwani dalam rapat Teknis TPID Provinsi Aceh untuk Koordinasi Pengendalian Inflasi Pangan di Banda Aceh, Rabu (24/8/2022).
“Adapun proporsi inflasi dari 5 komponen terbesar penyumbang inflasi pada bulan Juni-Juli 2022 adalah sebagai berikut, cabai merah 3,83% (ytd), bawang merah 0.98% (ytd), angkutan udara 0,82% (ytd), bahan bakar rumah tangga 0,48% (ytd), dan cabai hijau 0,34% (ytd),” sebut Achris.
Dari data tersebut, tambah Achris, inflasi yang berasal dari volatile food lebih banyak dan memiliki andil terhadap inflasi yang besar. Oleh karena itu, fokus dalam pengendalian inflasi saat ini adalah pada komoditas volatile foods.
Secara umum, Achris menerangkan, masalah yang saat ini dihadapi untuk komoditas pangan atau voatile foods ini terbagi menjadi dua yaitu permasalahan pangan dari komoditas yang tidak dihasilkan di Indonesia sehingga harus impor dari negara lain dan permasalahan mengenai kendala proses distribusi pasokan antar daerah yang kurang efektif.
Achris menjelaskan, untuk permasalahan mengenai kendala distribusi, pemerintah daerah dapat membantu dengan mengadakan KAD (Kerjasama Antar Daerah) disertai subsidi kepada komoditas yang terdampak inflasi dengan menggunakan dana belanja tidak terduga atau belanja bansos.
Selain itu, untuk mengatasi permasalahan inflasi dimaksud, perlu adanya peran serta seluruh stakeholders untuk meredam kepanikan publik.
Sebelumnya, kata Achris, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan bahwa sentimen publik harus diperhatikan agar tidak terlalu reaktif terhadap perubahan-perubahan ekonomi.
“Persepsi masyarakat harus tetap dijaga agar tidak menimbulkan budaya penimbunan ketika terjadi kenaikan harga,” kata Achris.
Sementara itu, kata Achris, menurut satgas pangan di Provinsi Aceh, tidak ditemukan penimbunan barang-barang sehingga permasalahan fluktuasi harga komoditas pangan di Provinsi Aceh tidak berasal dari proses penimbunan.
“Selanjutnya, program pengendalian inflasi oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) saat ini tetap dilaksanakan dengan mengacu pada kerangka 4K yaitu keterjangkauan harga, ketersedaiaan pasokan, komunikasi efektif, dan kelancaran distribusi,” katanya.
Achris menambahkan, sebagai upaya khusus dalam menghadapi inflasi pangan, telah dilakukan kick-off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GN PIP) di Aceh pada tanggal 18 Agustus 2022.
Dalam jangka pendek, katanya, strategi yang diakukan adalah dengan pelaksanaan Pasar Murah di Banda Aceh dan Sigli berupa komoditas bawang merah, cabai merah, dan telur ayam ras pada 19-20 Agustus 2022.
“Serta pemanfaatan lahan bantaran sungai untuk penanaman bawang merah di Gampong Cot Cut, Aceh Besar (5 Ha) pada 19 Agustus 2022,” ucap Achris.
Sedangkan dalam jangka panjang, kata Achris, menurut Kepala Direktorat Jendral Bea dan Cukai Provinsi Aceh, pusat logistik berikat pangan bisa menjadi solusi untuk membantu proses penyimpanan.
“Masalah logistik dapat ditangani dengan menyasar isu transportasi, inventori, administrasi,” tutur Achris.
Kemudian, pengimplementasian peta jalan (roadmap) pengendalian inflasi akan mebantu proses pengendalian inflasi. Di mana dalam peta jalan tersebut telah dibuat sasaran jangka menengah tahun 2022-2024 baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.
“Serta, untuk mendukung GN PIP baik program jangka pendek (quick wins) maupun program jangka panjang (long-term) dalam rangka pengendalian inflasi,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Achris juga menyampaikan beberapa strategi yang akan dilakukan dalam menekan inflasi di Tanah Rencong yaitu menyusun strategi/program khusus pengendalian inflasi untuk TPID kota pantauan IHK antara lain, TPID Banda Aceh, TPID Lhokseumawe, dan TPID Aceh Barat.
Kemudian, pemetaan pelaku-pelaku utama dalam rantai pasokan pangan di Aceh terutama pengepul dan pedagang besar. “Terakhir, pelaksanaan pengawasan pengendalian inflasi secara cermat dan tanggung jawab serta menyampaikan permasalahan dan langkah-langkah penyelesaiannya,” pungkasnya. []