Banda Aceh – Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh meluluskan 29 lulusan Sarjana Strata Satu (S1) pada pelaksanaan yudisium Gelombang II Tahun Akademik 2023/2024.
Prosesi yudisium tersebut dilaksanakan di Aula Lantai III Gedung Rektorat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Senin (13/5/2024).
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Syarifuddin MAg PhD dalam amanatnya mengajak lulusan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh untuk peka dengan berbagai persoalan kemanusiaan yang terjadi di masyarakat.
Menurutnya, di era globalisasi dan informasi saat ini, tantangan yang kita hadapi membutuhkan lebih dari sekadar keahlian teknis, namun juga dibutuhkan kepekaan sosial. Oleh karena itu, pendidikan di Fakultas Adab dan Humaniora telah dirancang untuk tidak hanya memberi kalian pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk karakter dan pemahaman kultural yang mendalam.
Dalam kesempatan tersebut, Syarifuddin juga turut menyinggung berbagai persoalan-persoalan kemanusiaan yang terjadi. Ia berpendapat bahwa studi Adab dan Humaniora memiliki peran penting dalam menjembatani persoalan-persoalan kemanusiaan seperti kemiskinan, ketimpangan sosial politik, dan krisis kemanusiaan.
Melalui pendekatan kritis dan pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai, budaya, dan sejarah manusia, studi ini mampu memberikan wawasan yang mendalam tentang akar permasalahan serta solusi yang dapat diimplementasikan.
“Penyelesaian masalah kemanusiaan membutuhkan kerja sama lintas-batas, solusi inovatif, dan komitmen untuk mempromosikan perdamaian, keadilan, keberlanjutan, dan hak asasi manusia secara massif,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Syarifuddin Digital Humanities membutuhkan insan-insan akademik yang focus pada visulisasi fenomena kemanusiaan dan mempublikasikan, sehingga melahirkan kesadaran publik akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, di samping memperluas pemahaman kita tentang manusia dan budaya.
“Saya yakin, para lulusan dan sivitas akademika fakultas adab dan humaniora akan mampu memainkan peran yang signifikan dalam menangani tantangan-tantangan kemanusiaan di era digital ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kelembagaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh Nazaruddin MLIS PhD dalam laporannya menyebutkan bahwa pada yudisium gelombang kedua, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry berhasil menghasilkan 29 lulusan Sarjana Strata Satu (S-1).
Dari jumlah tersebut, terdiri dari 8 orang laki-laki dan 21 orang perempuan. Sebanyak 6 orang lulus dengan predikat Cum Laude, 10 orang dengan predikat Pujian, 12 orang dengan predikat Sangat Baik, dan 1 orang dengan predikat Baik.
“Total alumni Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh hingga saat ini mencapai 3.359 orang dengan penambahan 1 lulusan dari Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), 9 lulusan dari Program Studi Bahasa dan Sastra Arab (BSA), dan 19 lulusan dari Program Studi Ilmu Perpustakaan,” ungkap Nazar.
Pada kesempatan tersebut, pimpinan Fakultas memberikan penghargaan kepada tiga lulusan terbaik dari masing-masing program studi. Mereka adalah Rahil Maghfirah (3,90 / Cum Laude) dari Prodi BSA, Farijal (3,85 / Cum Laude) dari Prodi SKI, dan Viona Febiyola Bakkara (3,70 / Cum Laude) dari Prodi Ilmu Perpustakaan.
Orasi ilmiah pada yudisium kali ini disampaikan Dr. Marduati, S.Ag., M.A., Dosen pada Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI), yang baru saja menyelesaikan program doktor di Universitas Utara Malaysia.
Dalam orasinya dengan tema “Penerapan Culture Resource Management (CRM) dalam Menemukan Peluang Kerja”. Marduati menjelaskan bahwa Culture Resource Management (CRM) adalah konsep pengelolaan yang bertujuan untuk menjaga dan memanfaatkan sumberdaya budaya demi kesejahteraan masyarakat sesuai potensinya.
Dalam kajian ini, keprofesionalan sangat diperlukan, yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dan pengalaman kerja. Diperlukan kolaborasi keahlian dalam melakukan pengelolaan untuk menemukan peluang kerja terkait sumberdaya budaya, dengan cara memelihara sumberdaya budaya dan memadukan dengan lingkungan, tradisi lokal dan memanfaatkannya secara positif, tidak mengeksploitasinya.
Konsep ini telah digagas sejak awal tahun 1970-an, dimulai dari disiplin ilmu antropologi dan arkeologi. Prinsip utamanya adalah menjaga keaslian objek sebagai ‘the real thing’ sambil memanfaatkannya untuk kepentingan kontemporer.
Sumber daya budaya yang termasuk dalam objek CRM meliputi karya manusia, bangunan bersejarah, dan landskap yang memiliki nilai historis, estetika, dan etnologis. Keberhasilan CRM tergantung pada identifikasi sumber daya dan penemuan masalah yang kemudian dikelola untuk kepentingan bersama.
Di Indonesia, penerapan CRM baru diminati dalam sepuluh tahun terakhr bertujuan untuk menjadikan sumberdaya budaya menjadi berdaya akibat sentuhan manusia dan pengelolaannya melalui strategi yang tepat.
Cara kerja dilakukan bertahap mulai dari perencanaan, organisasi, membentuk jaringan kerja, pelaksanaan aktivitas, dan pengawasan. Ada dua keahlian yang harus dimiliki yaitu keahlian mengorgansir manusia sebagai pelaku pengelolaan dan menciptakan konsep pengelolaannya sendiri.
Contoh pengelolaan yang berhasil, Kota Tua Lijiang di Cina berhasil mengembalikan pesonanya setelah gempa pada tahun 1996 melalui pengelolaan sumberdaya budaya yang berhasil meningkatkan pariwisata dan menciptakan peluang kerja.
Di Indonesia khususnya di Aceh, pelestarian sumber daya budaya sudah berlangsung sejak era pemerintahan Belanda, namun tantangannya masih banyak, terutama dalam hal pembiayaan dan perlindungan terhadap sumberdaya budaya.
Kita perlu belajar dari pengalaman ini bahwa pelestarian sumber daya budaya membutuhkan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya. Dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan dan anggaran yang memadai sangat diperlukan.
Komitmen ini akan berdampak pada pelestarian budaya yang lebih serius, yang juga berdampak pada peluang kerja bagi tenaga kerja yang relevan khususnya peserta yudisium hari ini ada di antaranya.
Di akhir orasi, Marduati berharap pada peserta yudisium untuk melanjutkan pembelajaran secara berkelanjutan, baik secara formal maupun informal, serta menjaga akhlak dan etika dalam berinteraksi dengan masyarakat. Dan yang terpenting, jangan pernah tinggalkan shalat, karena itu merupakan fondasi segala amal, mendidik kita untuk senantiasa meluruskan niat, diringi do’a dan usaha yang keras untuk meraih segala harapan. []