Banda Aceh – Mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari yang meninggal pada 16 Oktober lalu, dimakamkan melalui upacara kenegaraan, Jumat (10/11/2023).
Di lokasi pemakaman, kawasan pesisir Hietaniemi, Kota Helsinki, bersama 800 tamu undangan yang merupakan pejabat dari berbagai negara belahan dunia, Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haythar, turut hadir mengikuti langsung proesesi pemakaman tokoh peraih Nobel Perdamaian pada tahun 2008 tersebut.
“Seperti yang kita sampaikan sebelumnya, Wali Nanggroe bersama hadir mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Menteri Kehakiman Hamid Awaluddin,” kata Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M. Nasir Syamaun MPA, Minggu (12/11/2023).
Mengenakan pakaian formal berupa Tuxedo hitam, bersama tamu undangan lainnya, Wali Nanggroe mengikuti prosesi pemakaman yang dilansungkan secara khidmat tersebut.
Usai seremoni pemakaman, Wali Nanggroe berkesempatan diwawancarai oleh Helsingin Sanomat (HS), salahsatu media utama di negara yang dijuluki “1000 Danau” tersebut.
“Saya datang karena Ahtisaari adalah orang yang sangat spesial bagi kami. Seorang pemimpin yang hebat. Dia membantu kami menyelesaikan konflik,” kata Wali Nanggroe pada sesi wawancara itu.
Kepada HS, Wali Nanggroe menjelaskan secara rinci bagaimana keterlibatan Martti Ahtisaari sebagai mediator perdamaian Aceh, yang hasil akhirnya adalah panandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Ia juga menambahkan, konflik Aceh sudah berlangsung hampir 30 tahun. Begitu banyak yang meninggal, seperti tidak akan pernah berakhir. Berbagai perundingan telah dilakukan sejak tahun 2000, dan yang terakhir adalah perundingan di Helsinki, yang melahirkan kesepakatan damai.
Kesepakatan itu kemudian dikenal dengan MoU Helsnki, 15 Agustus 2005. “Dia (Martti Ahtisaari) akan tertulis dalam catatan emas sejarah kami,” kata Wali Nanggroe. []