News

Bubur Pedas, Kuliner Pemersatu di Aceh Tamiang

Banda Aceh – Selain menyimpan kekayaan budaya, kesenian, dan wisata, Kabupaten Aceh Tamiang juga memiliki segudang kuliner. Salah satunya “bubur pedas”, nama ini merujuk pada rasa pedas yang khas dari hidangan itu.

Bubur Pedas Aceh Tamiang mencerminkan konsep “Sempene” atau keberkahan dalam budayanya. Proses pembuatannya tidak hanya didasarkan pada kreativitas, tetapi juga pada pemilihan bahan-bahan yang memiliki makna tersendiri.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bubur pedas meliputi beras, ubi rambat merah, kacang panjang, terong Cina, pisang muda, pisang abu, ubi kayu, ikan asin kakap (bubu), udang basah, udang pukul, kepiting, kelapa, kunyit, merica, lengkuas, daun bebueh, sere, daun kunyit, dan daun sikentut.

Setelah bahan-bahan telah disiapkan, proses memasak bubur pedas dimulai dengan mencuci beras dan meniriskannya. Ubi kayu, ubi rambat, pisang muda, dan terong dipotong dadu.

Ikan asin dipanggang, udang dikupas, dan kepiting dipotong dua. Kelapa digunakan untuk membuat santan. Semua bumbu dihaluskan, kecuali lengkuas yang hanya perlu dikepret.

Kemudian, beras bersama bumbu direbus dengan air secukupnya. Setelah beras mengembang, semua bahan yang telah disiapkan ditambahkan. Terakhir, santan, terong, kacang panjang, dan garam ditambahkan sesuai selera.

Bubur pedas atau bubur pedah menjadi hidangan populer di kalangan masyarakat Tamiang, terutama selama bulan Ramadan atau perayaan pernikahan. Bubur ini, yang terbuat dari berbagai bahan, memiliki makna mendalam bagi masyarakat Tamiang.

Bubur pedas ini dapat ditemui di arena Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, tepatnya di Anjungan Aceh Tamiang, Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh.

“Kami sengaja menghadirkan kuliner ini, selain khas Tamiang, ini juga sesuai dengan tema PKA kali ini, yaitu rempah,” kata Desi Duwiyanti dari Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Tamiang, Selasa (7/11/2023).

Desi menyebutkan, bahan-bahan yang digunakan di bubur pedas hampir 100 persen adalah rempah-rempah. Semua bahan ini hasil alam Tamiang yang diambil langsung dari petani di sana.

“Aceh Tamiang kaya akan rempah, sehingga kami tidak perlu mengambil dari daerah lain untuk bahan-bahan bubur pedas ini,” tutur Desi.

Desi menambahkan, bubur pedas juga memiliki makna yang mendalam dalam konteks persatuan masyarakat Tamiang yang berasal dari berbagai suku. Meskipun beragam suku, masyarakat Tamiang bersatu sebagai satu kesatuan yang harmonis.

“Di Aceh Tamiang kuliner ini seperti makanan pemersatu, tua-muda dan beragam suku, ada Melayu, Jawa, Batak, dan sebagainya, semua suka akan bubur pedas ini,” kata Desi.

Selain di momen Ramadan, perayaan pernikahan dan hari-hari besar, bubur pedas bisa didapatkan dengan cara dibeli. Namun, hanya di lokasi-lokasi tertentu ada penjualnya.

“Yang pasti di momen-momen hari besar pasti ada kuliner ini,” pungkas Desi. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button