NewsOpini

Perayaan Maulid: Jalan Mengenal Lebih Dekat Baginda Nabi

**Muhammad Nasril, Lc. MA

SAAT ini kita sudah memasuki bulan Rabiul Awal 1445 H. Pada 12 Rabiul Awal, umat Islam memperingati peristiwa agung lahirnya baginda Rasulullah SAW atau yang dikenal dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tahun ini perayaan tersebut bertepatan dengan tanggal 28 September 2023.

Umat Islam di berbagai negara biasa melaksanakan perayaan maulid dengan cara yang bervariasi. Bahkan, di daerah tertentu perayaannya sampai tiga bulan. Tradisi perayaan ini berbeda di antara umat-umat Islam, tergantung daerah masing-masing.

Ada juga yang merayakannya dengan Khanduri dan pada malamnya dilanjutkan dengan Dakwah Islamiyah, di sana sang Da’i mengupas tentang sosok baginda Nabi, ada juga dengan zikir, majelis selawat dan cara lainnya tergantung kebiasaan di tempat masing-masing.

Adapun tujuan perayaan Maulid Nabi SAW itu sebagai bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Ia menjadi momen untuk mengingat, mengatur kembali serta menata tentang kecintaan kita kepada Rasulullah SAW. Menjadikannya sebagai ajang perbaikan ‘gizi’ spritual untuk lebih mencintai dan meneladani Rasulullah SAW.

Memang permasalahan ini sering menjadi perdebatan dan perbedaan pendapat. Sebagian kelompok mengatakan perayaan maulid itu bid’ah, atau tidak perlu dilakukan. Namun sebagian kelompok yang lain berpendapat bahwa perayaan maulid ini boleh dilaksanakan dan sangat dianjurkan.

Kita menghargai bagi siapapun yang tidak merayakannya, itu hak masing-masing tapi ingat ketiadaan perayaan kalian bukan berarti ketiadaan dalil bagi yang merayakan, jadi tidak perlu berkomentar kepada mereka yang merayakan apalagi dengan mengatakan bid’ah. Silahkan amalkan apa yang menjadi keyakinan dan dalil-dalil yang dipahami.

Perbedaan pendapat tentang ini lumrah dan biasa, tidak harus terjadi perpecahan dan saling menghina sesama, apalagi saling menjelekkan. Karena, dalam hal ini kedua kelompok memiliki dalil masing-masing dalam menjalankan pendapatnya.

Terlepas dari pro kontra perayaan maulid, mau atau merayakannya, di sana ada hal penting yang perlu kita perhatikan, yaitu tentang bagaimana cara membuktikan cinta kita kepada Baginda Rasalullah SAW. Sehingga kita dapat mengimplementasikan norma-norma kehidupan Rasullullah SAW dalam kehidupan kita, menelusuri sirah dan menjadikannya sebagai uswah dan qudwah.

Terkadang selama ini kita terus berjalan, tanpa mau mengikuti amalan-amalan dan perkataan-perkataan Rasulullah. Dengan adanya momen semacam ini, satu hikmah paling besar, kita jadikan muhasabah cinta kita kepada Rasulullah SAW dengan meneladani dan menjalankan sunahnya.

Bukan berarti perayaan Maulid ini suatu keharusan bagi setiap individu, tapi setidaknya ia menjadi salah satu cara untuk belajar mengenal lebih dekat lagi tentang sosok baginda Rasulullah SAW.

Tentu semua kita mencintai baginda Rasul, akan tetapi bagaimana mungkin cinta ini bisa tumbuh kalau kita belum mengenalnya, karena tidak mungkin cinta pada yang abstrak. Oleh karena itu dengan membuka, mengingat- ingat lagi shirah (sejarah) dan perjuangan baginda Rasulullah SAW tentu cinta kepadaNya akan bertambah secara otomatis.

Kita juga bisa mencoba ingat lagi kapan terakhir membaca buku sirah Nabi, atau kapan terakhir mendengar pelajaran tentang baginda Nabi.

Apakah saat sekolah dasar, sudah baligh atau saat sudah dewasa?. Tak jarang diantara kita membaca atau mendengar sirah baginda nabi dulu saat pelajaran sekolah, hanya doktrin saat kita masih kecil. Sehingga kita tak mengenal dengan baik sosok baginda Nabi.

Untuk itu, sejatinya momentum maulid ini dapat mengajarkan kita cara merawat cinta kepada Baginda Rasulullah SAW, mengajarkan nilai sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Momen ini sangat tepat kita jadikan untuk bermuhasabah cinta kita kepada Rasulullah SAW dengan meneladani dan menjalankan sunahnya. 

Maka sudah seharusnya kita memanfatkan momen ini untuk pengingat bagi diri kita yang terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas dan rutinitas bahkan kadang nyaris lupa bershalawat kepadanya selain dalam shalat.

Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi SAW adalah sebagai upaya untuk mengenal keteladanan Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran Islam. Tercatat dalam sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad SAW adalah pemimpin besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.

Mungkin hari ini sedikit lebih baik, minimal sudah berkurang pendakwah atau kelompok kelompok yang menghujat mereka yang melakukan perayaan maulid.

Perayaan maulid kita dengan para sahabat tentu berbeda. Mereka yang dapat bertemu langsung dengan sang baginda memiliki cara sendiri dalam mengungkapkan kecintaan kepada baginda, bahkan hari-hari mereka selalu bersama baginda Nabi.

Ketiadaan perayaan mereka masa-masa awal Islam yang istimewa (alqurun al ula al mufadhalah). Bukanlah alasan yang tepat untuk melarang perayaan itu, karena tidak ada seorang pun yang meragukan kecintaan mereka radhiyallahu ‘an hum terhadap Nabi SAW. Sementara kita? Kadangpun nyaris lupa atau tidak mengenal sosok baginda nabi.

Ulama besar sekaligus mantan mufti Mesir, Syekh Ali Jum’ah Dalam fatwanya, Al-Bayan mengatakan bahwa kelahiran Nabi SAW merupakan bentuk amalan yang paling utama. “Perayaan kelahiran-Nya (Nabi Muhammad saw), adalah (salah satu) amalan terpenting dan bentuk kedekatan terbesar (kepada Allah); karena ia merupakan ekspresi kegembiraan dan kecintaan kepada-Nyakepada-Nya. Karena kecintaan kepada nabi Saw merupakan salah satu asas/landasan keimanan.

Tentu perayaan maulid ini tidak hanya menjadi perayaan seremonial, ajang gengsi dan ajang perbaikan gizi ‘makan-makan’ saja. Akan tetapi, perayaan maulid menjadi momentum untuk membangkitkan kembali semangat dan kecintaan kita kepada Rasullullah SAW. Ini menjadi ajang meningkatkan ‘gizi’ spiritual kita, menelaah sirah Rasullah SAW, kemudian mengikuti semua syariat yang di bawanya, menjadikan Rasulullah idola dan teladan dalam kehidupan kita, sehingga nutrisi “menjalankan sunnahnya” terpenuhi.

Berbahagia dan bergembira dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan ibadah, tapi cara pengungkapan kebahagiaan itu hanya merupakan washilah (sarana) yang diperbolehkan untuk dilakukan. Setiap orang dapat memilih  cara yang paling sesuai  dengan dirinya untuk mengungkapkan hal tersebut. Karena berbeda orang tentu berbeda cara mengungkapkan cinta kepada Rasulullah SAW.

Sebagai bukti cinta kita yang paling ringan, mari memperbanyak shalawat kepada baginda Rasulullah SAW, mengenalnya lebih dekat dengan mempelajari sirahnya, kemudian mengamalkan sunnahnya, merajut persaudaraan, menjaga kebersamaan dan senantiasa menjadikannya qudwah hasanah dalam kehidupan sehari-hari. []

**Muhammad Nasril, Lc. MA (Mahasiswa S3 Hukum Islam UIN Jakarta (Program BIB Kemenag-LPDP) & Pengurus Dayah IQ)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button