News

Prof Syamsul: Masyarakat Aceh Butuh Edukasi Soal Penegakan Syariat Islam

Banda Aceh – Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Syamsul Rijal ikut merespons Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286, tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat secara umum di Aceh.

Profesor di bidang Filsafat Islam itu menilai, surat edaran upaya memperkuat Syariat Islam yang kini menuai pro kontra pada poin penutupan warung kopi di atas pukul 12 malam, adalah hal yang lumrah.

Menurut Prof Syamsul Rijal, mestinya yang lebih dibutuhkan adalah edukasi kepada masyarakat perihal penegakan Syariat Islam. Misalnya meminta pemilik warung kopi agar memberi warning/pemberitahuan kepada pengunjung setiap 15 menit menjelang waktu salat tiba.

“Pengunjung diingatkan waktu shalat akan segera tiba,” kata Prof Syamsul Rijal saat menjadi pemateri pada Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh dengan tema Antara Memperkuat Syariat Islam dan Dinamikanya di Banda Aceh, pekan lalu.

“Namun masalahnya, siap nggak kita setiap waktu salat tiba, kita bergegas untuk melaksanakannya,” tambah Prof Syamsul Rijal.

Prof Syamsul menilai hal seperti ini perlu diedukasi agar tertanam di hati masyarakat Aceh akan pentingnya menjaga waktu salat, menunaikan kewajiban.

“Kalau kita sudah terbiasa menjaga salat maka dengan sendirinya Syariat Islam itu akan tegak dan berjalan dengan baik di Aceh,” tegas Prof Syamsul Rijal.

Dalam kesempatan itu, Prof Syamsul juga menyebutkan, dalam masyarakat Aceh, warung kopi menjadi salah satu tempat untuk menjalin silaturrahmi dan mendiskusi banyak hal.

Hal ini, kata dia, setidaknya sudah berlaku di masyarakat Aceh sejak abad ke-18, di mana bisa dilihat dari kata-kata seorang Pahlawan Aceh Teuku Umar. Teuku Umar berkata “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keudee Meulaboh atawa ulon akan syahid”.

Kalimat Teuku Umar itu memiliki arti “Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan mati syahid.” Namun nahas, sebelum sempat minum kopi, Teuku Umar paginya benar-benar syahid ditembak pasukan Belanda, tidak sempat minum kopi.

“Dari kata-kata Teuku Umar tersebut, filosofinya apa? Bahwa minum kopi (warung kopi) memiliki dimensi sosial dan ekonomi,” ungkap Prof Syamsul. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button