Banda Aceh – Menjelang kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pekan depan. Sisa bangunan Rumoh Geudong di Kabupaten Pidie, Aceh yang merupakan bukti kejahatan HAM berat saat masa daerah operasi militer kini telah diroboh.
Jokowi dijadwalkan datang ke Pidie pada 27 Juni mendatang untuk Kick Off pelaksanaan rekomendasi Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM yang Berat (PKPHAM). Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembongkaran Rumoh Geudong itu sudah dilakukan sejak Selasa, 20 Juni 2023.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, menyesali langkah pemerintah menghancurkan sisa bangunan rumah geudong Pidie yang menjadi lokasi bukti atas pelanggaran HAM berat di Aceh.
“Kami mengecam tindakan pembongkaran sisa rumah geudong Pidie. Harusnya pemerintah bukan menghancurkan, melainkan mendukung pembangunan memorialisasi yang melibatkan partisipasi korban, sehingga mampu menjelaskan narasi dan perspektif korban,” kata Riswati, Sabtu, 24 Juni 2023.
Menurut Riswati, yang paling penting saat ini adalah melakukan pemulihan dan memenuhi hak-hak korban yang belum sepenuhnya terpenuhi meskipun sudah 18 perdamaian.
“Saat ini yang menjadi Kebutuhan mendesak adalah percepatan upaya nyata untuk pemulihan dan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM, sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban. Harus dilakukan secara komprehensif, baik fisik, psikis, psikososial dan kemandirian ekonomi,” tegasnya.
“Agar perdamaian yang sudah tercapai ini bermakna dan menguat. Harusnya upaya ini yang menjadi fokus utama, bukan justru menghilangkan bukti,” tambahnya.
Pimpinan Dayah Darussalam Aceh Barat, Umi Hanisah, sangat menyayangkan terhadap penghancuran rumah geudong yang merupakan bukti sejarah.
“Rumoh gedong Pidie tak boleh dibongkar, itu tempat sejarah, setiap tempat sejarah itu harus dirawat dengan baik agar anak cucu kita ke depan tau sejarah Aceh bagaimana, dan bagaimana perjuangan orang Aceh,” ungkap Umi.
Sekretaris Pusat Studi Hukum dan HAM (PUSHAM) USK, Suraiya Kamaruzzaman, juga menyayangkan penghancuran terhadap rumoh geudong yang menjadi salah satu lokasi pelanggaran HAM di masa konflik.
“Sangat disayangkan, ketika sisa-sisa rumah Gedong dihilangkan karena Rumoh Geudong merupakan salah satu lokasi yang digunakan untuk penyiksaan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil yang diduga atau dituduh GAM, bahkan sampai tewas selama Operasi Militer di gelar di Aceh,” tegas Suraiya.
Selain itu, lanjutnya, dari testimoni korban yang disampaikan kepada Lembaga HAM/perempuan dan juga KKR ditemukan juga penyiksaan terhadap perempuan termasuk perkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya.
“Karena itu, keberadaan Rumoh Geudong sangat penting untuk menjadi situs memorialisasi sebagai upaya untuk merawat ingatan agar kasus serupa tidak lagi terjadi di wilayah manapun di Indonesia, sebagai bagian dari merawat perdamaian dan bentuk pemulihan korban,” tutur Suraiya.
Founder YouthID, Bayu Satria, menegaskan pembongkaran Rumoh Geudong jelas akan menghancurkan sejarah yang menyebabkan kaburnya kebenaran atas pertumpahan darah penuh kecurigaan, serta dapat memutuskan hubungan generasi muda Aceh dengan leluhurnya.
“Biarlah luka lama disimpan rapi di Rumoh Geudong, sebagai refleksi bersama bahwa kekerasan hanya akan meninggalkan luka, marah dan trauma,” tutup Bayu. []