Banda Aceh – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh menggelar Aceh Pop Culture Fest 2023 yang berlangsung, 18-20 Maret 2023, di Taman Sulthanah Safiatuddin, Kota Banda Aceh.
Kepala Bidang Pemasaran, T. Hendra Faisal dalam sambutannya menyebutkan, budaya populer atau pop culture adalah apa yang sedang menjadi sorotan akhir-akhir ini seperti kehidupan sehari-hari dalam berpakaian atau menggunakan alat elektronik yang sedang tren di masyarakat.
Hendra menjelaskan, perkembangan zaman saat ini menjdi tantangan yang harus dilewati. Mulai dari kebiasaan dalam bermasyarakat bahkan sampai dengan gaya hidup individual.
“Budaya populer menjadi sebuah istilah kebiasaan dalam masyarakat yang harus diikuti dengan perkembangan zaman,” ungkap Hendra, saat membuka kegiatan tersebut, Sabtu (18/3/2023).
Saat ini, sambungnya, budaya populer yang masuk ke Aceh menjadi tantangan baru bagi masyarakat untuk tetap menjaga budaya leluhur ke Acehan serta kearifian lokal, tanpa mengesampingkan perkembangan zaman saat ini.
“Oleh sebab itu, melalui kegiatan ini kita akan membawa budaya populer yang pernah ada di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh dengan kreativitas anak muda Aceh tanpa meninggalkan unsur unsur budaya,” ujar Hendra.
Menurutnya, kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut dikemas dengan konsep milenial dengan menghadirkan beberapa komunitas kreatif, UMKM dan penampilan talent kreatif kaum muda Aceh, puluhan pelaku seni mulai dari musisi, penari, pelukis mural, hingga designer lokal.
Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, sebut Hendra, terus berupaya memberikan ruang kreativitas kepada pekerja kreatif untuk menyalurkan bakat, memberikan wadah bagi kelompok UMKM kreatif untuk memasarkan produk lokal kepada masyarakat dan wisatawan lokal maupun internasional.
“Kolaborasi dengan dinas koperasi yang telah menyelenggarakan beberapa kegiatan, baik expo bazar yang menandakan bahwa begitu pentingnya peran Pemerintah Aceh untuk memberikan ruang kreativitas bagi seluruh pelaku ekonomi kreatif wirausaha dan industri kreatif era digitalisasi dan globalisasi pascacovid-19 yang merusak sendi-sendi tatanan ekonomi paling kecil hingga paling besar,” ungkap Hendra.
Terakhir Hendra berharap, kaum milineal di era digitalisasi dan modern perlu untuk bisa bersaing dengan usaha usaha di luar Aceh sehingga kita dapat menjaga produk Aceh agar dapat bersaing di publik. []