Oleh: dr. Cut Nadia Rayyani
Penulis berprofesi sebagai Dokter Umum di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh
GANGGUAN makan merupakan permasalahan psikologis yang dirasakan oleh jutaan individu di dunia yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Permasalahan ini sering dijumpai terutama di kalangan remaja dan dewasa muda, yaitu individu yang berusia 12-35 tahun.
Masa remaja merupakan masa transisi di mana seseorang mengalami perubahan drastis dalam dirinya baik secara biologis maupun psikologis. Biasanya seorang remaja merasakan perubahan biologis yang berpengaruh terhadap bentuk tubuh mereka.
Dewasa ini berbagai tren diet bermunculan di media sosial, tren ini memengaruhi remaja untuk melakukan segala cara agar terlihat memiliki bentuk dan berat tubuh yang ideal. Pengaruh media sosial yang besar dapat meningkatkan pengaruh buruk terhadap remaja, remaja lebih sering beraktivitas di tempat dengan memainkan media sosial dan lebih sedikit bergerak.
Hal tersebut merupakan salah satu penyebab akumulasi lemak tubuh pada remaja hingga dewasa muda. Akumulasi lemak yang terjadi di beberapa bagian tubuh ini terkadang mengakibatkan seorang remaja beranggapan bahwa tubuhnya tak seindah dan semenarik seperti yang mereka inginkan. Hal tersebut dikarenakan oleh persepsi para remaja terhadap bentuk tubuh ideal.
Persepsi tubuh adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktual, perasaan tentang bentuk tubuh, serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkan.
Penerimaan sosial atau pengakuan dari orang tua dan teman sebaya sangat memengaruhi persepsi tubuh seorang remaja. Pandangan ini kemudian membuat remaja mengevaluasi tampilan dan proporsi tubuhnya serta membandingkannya dengan kriteria tubuh ideal.
Pada kenyataannya, permasalahan ini sering dialami oleh remaja putri dibandingkan remaja putra di masa pubertas, karena saat memasuki masa pubertas, remaja putri mengalami lebih banyak penambahan komposisi lemak pada tubuhnya dibandingkan dengan remaja putra yang cenderung mengalami penambahan massa otot pada tubuh mereka, penambahan komposisi lemak pada tubuh remaja putri disebabkan oleh faktor hormonal.
Penampilan fisik merupakan kontributor besar pada tingkat kepercayaan diri seorang remaja. Saat ini, remaja termasuk ke dalam golongan rentan terhadap kepuasan akan bentuk tubuh yang ideal menurut mereka. Persepsi negatif terhadap bentuk tubuh mereka sering muncul, sehingga mendorong mereka untuk menjadi lebih kurus. Tekanan untuk menjadi lebih kurus inilah yang mengakibatkan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang telah mereka miliki saat ini dan memengaruhi tingkat kepercayaan diri pada seorang remaja.
Selanjutnya, dampak negatif lain dari persepsi para remaja tentang bentuk tubuh ideal adalah meningkatnya kasus gangguan makan (eating disorder) yang termasuk pengendalian makan (dietary restraint), binge-eating, bulimia nervosa, anorexia nervos dan efek-efek negatif lainnya.
Kasus gangguan makan dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat di segala usia. Gangguan makan juga sempat dirasakan oleh Putri Diana yang dijelaskan dalam biografi Diana: Her True Story, Princess Diana yang ditulis oleh Andrew Morton pada tahun 1992.
Putri Diana mengungkapkan bahwa ia sudah menderita bulimia sejak usia 19 tahun dan berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini dipicu oleh pernyataan Pangeran Charles terhadap lingkar pinggangnya yang sedikit gemuk seminggu sebelum pertunangannya. Selain itu, di Jakarta didapatkan kasus perilaku makan menyimpang pada remaja sebesar 34,8% dengan spesifikasi 11,6% menderita anorexia nervosa dan dan 27% menderita bulimia nervosa.
Gangguan makan merupakan kasus serius yang harus ditangani. Kasus ini terus meningkat selama abad ke-20 yang menunjukkan bahwa perhatian terhadap persepsi tubuh sangat kuat terjadi pada masa remaja. Untuk mencapai bentuk tubuh ideal, mereka melakukan semua usaha seperti berolahraga, diet, bahkan sampai melakukan diet dan olahraga ekstrim. Pembatasan konsumsi jenis makanan tertentu dan mempunyai kebiasaan diet yang tidak terkontrol mengakibatkan terjadinya gangguan makan (eating disorder) pada remaja yang akan berdampak buruk pada dirinya.
Menurut the National Institute of Mental Health (NIMH), gangguan makan merupakan gangguan mental yang berhubungan dengan gangguan kebiasaan makan, seperti pengurangan asupan makanan yang ekstrem dan tidak sehat, makan secara berlebihan, serta merasa tertekan dan menaruh perhatian yang ekstrem terhadap bentuk tubuh atau berat badan.
Perilaku makan yang menyimpang ini terjadi pada jutaan orang di segala usia, namun lebih sering didapati pada kalangan remaja dan dewasa muda terutama pada wanita. Hal ini dipicu karena tingkat kepercayaan diri mereka yang rendah dan keinginan mereka untuk memiliki bentuk tubuh ideal sesuai persepsi mereka masing-masing.
Terdapat beberapa jenis gangguan makan yang sering dijumpai pada remaja, di antaranya:
Pertama, Anorexia Nervosa merupakan gangguan makan yang ditandai dengan penolakan mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan terhadap peningkatan berat badan akibat pencitraan diri yang menyimpang. Pencitraan diri pada penderita dipengaruhi oleh distorsi kognitif (pola penyimpangan dalam menilai suatu situasi) dan mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir serta mengevaluasi tubuh dan makanannya.
Secara global, anorexia nervosa ditemukan 1,4% pada perempuan dan 0,2% pada laki-laki. Anorexia nervosa merupakan sebuah penyakit kompleks yang melibatkan komponen psikologis, sosiologi dan biologis. Pada penderitanya secara biologis ditemukan peningkatan rasio enzim hati yang mana bila kebiasaan makan seperti ini berlanjut akan mengakibatkan disfungsi hati akut. Secara psikologis dapat menyebabkan penderita merasa sangat putus asa hingga melakukan percobaan bunuh diri. Anorexia nervosa disebut juga gangguan pola makan dengan cara membuat dirinya merasa tetap lapar.
Gangguan ini membuat penderitanya membatasi asupan makanan karena merasa berat badannya berlebihan, meskipun kenyataannya tubuh sudah ramping atau justru terlalu kurus. Penderita ini juga akan menimbang berat badannya secara berulang. Asupan kalori yang terlalu sedikit pada penderita dapat menyebabkan gangguan berupa: kulit kering, otot menjadi lemah, sering merasa kedinginan akibat suhu tubuh yang rendah, menstruasi menjadi tidak teratur, hipotensi (tekanan darah rendah), anemia (kurang darah), tulang keropos dan bahkan terjadinya disfungsi beberapa organ.
Kedua, Bulimia Nervosa merupakan gangguan pola makan yang ditandai dengan usaha memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan secara terus-menerus dengan cara memasukkan jari ke pangkal tenggorokan dengan sengaja. Secara global, bulimia nervosa didapatkan 1,9% pada perempuan dan 0,6% pada laki-laki. Gangguan makan ini dikenal juga sebagai Binge-eating Disorder atau Purging Disorder. Kelainan cara makan yang terlihat berupa kebiasaan selalu makan meskipun tidak lapar, makan dengan porsi besar, merasa bersalah pada diri sendiri setelah makan banyak dan kebiasaan menyembunyikan makanan, biasanya terjadi pada wanita.
Bulimia Nervosa merupakan suatu bentuk penyiksaan terhadap diri sendiri. Hal yang paling sering dilakukan oleh lebih dari 75% orang dengan bulimia nervosa adalah membuat dirinya muntah, kadang-kadang disebut juga pembersihan; puasa, serta penggunaan laksatif, enema, diuretik, penggunaan obat pencahar sehingga dapat merangsang seorang penderita bulimia nervosa memuntahkan makanan yang telah dimakan serta melakukan olahraga yang berlebihan. Hal ini dilakukan karena merasa bersalah telah makan dalam porsi banyak dan takut berat badannya meningkat berlebihan.
Perilaku ini dapat merugikan penderitanya dalam kehidupan sehari-hari, antara lain individu menarik diri dari kehidupan sosial karena malu bergaul dengan orang lain sehingga kehilangan kontak dengan orang-orang terdekatnya. Perilaku ini juga dapat membuat penderita mengalami kecemasan dan depresi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas hidup atau kesejahteraan seseorang yang kemudian mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, sosial, ekonomi seseorang seperti menganggur, meningkatkan risiko kematian dan bahkan bunuh diri.
Selain itu penderita dapat juga merasakan gangguan pada tubuhnya seperti: peradangan pada tenggorokan, membengkaknya kelenjar ludah pada leher dan rahang, dehidrasi parah karena kekurangan cairan, gangguan pencernaan seperti refluks asam lambung (GERD) atau irritable bowel syndrome, gigi terasa ngilu dan rusak serta gangguan elektrolit.
Penyebab perilaku makan yang menyimpang ini terdiri dari beberapa faktor, seperti faktor psikologis, biologis, keluarga, sosial budaya, lingkungan dan perilaku. Kemudian, faktor-faktor tersebut berinteraksi sehingga menyebabkan perilaku makan yang menyimpang. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor besar yaitu:
Pertama, faktor personal: berkontribusi terhadap timbulnya gangguan yang berkaitan dengan berat badan, termasuk di dalamnya faktor biologis (keturunan, indeks massa tubuh, jenis kelamin, usia, tahap perkembangan), kognitif/afektif (sikap dan pengetahuan gizi) dan psikologis (keinginan untuk kurus, bentuk tubuh, kepercayaan diri dan depresi),
Kedua, faktor lingkungan sosial: termasuk di dalamnya norma sosial budaya (pandangan mengenai bentuk tubuh ideal, kebiasaan makan), faktor keluarga (pola komunikasi, harapan orang tua, perilaku diet orang tua dan saudara), teman sebaya (perilaku diet, pola makan, perhatian terhadap berat badan), ketersediaan pangan, pengalaman kekerasan dan pengaruh media.
Ketiga, faktor perilaku: termasuk didalamnya perilaku makan (pola makan dan konsumsi makanan siap saji), perilaku diet/pengaturan berat badan (frekuensi diet, jenis dan cara yang digunakan), aktivitas fisik, perilaku koping (dengan kegagalan diet, dengan kekecewaan hidup) dan kemampuan berperilaku (kemampuan dalam merespon media).
Selain beberapa faktor tersebut, sejumlah kondisi yang juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan makan yaitu:
Pertama, usia remaja. Di mana pada usia ini rentan mengalami gangguan makan terutama pada wanita karena cenderung lebih memperhatikan citra dan penampilan diri.
Kedua, diet yang berlebihan. Hal ini akan memunculkan rasa lapar yang akan mempengaruhi otak yang justru menimbulkan dorongan makan secara berlebihan.
Ketiga, stres. Berbagai masalah yang menyebabkan stress, baik dalam pekerjaan, keluarga maupun hubungan sosial, dapat meningkatkan risiko gangguan makan.
Kapan harus ke dokter?
Sebaiknya mencari informasi/konsultasi dengan dokter jika anda atau orang disekitar anda mengalami gejala gangguan makan diatas. Penting untuk diingat bahwa, gangguan makan umumnya sulit diatasi tanpa bantuan dokter. Penderita sering kali tidak merasa bahwa mereka butuh bantuan. Jika anda khawatir dengan perilaku seseorang yang tidak wajar saat makan, coba ajak bicara mengenai perilaku aneh tersebut atau ceritakan kepada orang yang anda percayai atau aja orang tersebut agar mau berkonsultasi kepada dokter/ahli gizi (nutrisionis).
Perilaku aneh yang perlu diwaspadai seperti: mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan, merasa khawatir bila berat badan naik dan sangat takut menjadi gemuk, menggunakan suplemen atau obat pencahar untuk menurunkan berat badan, memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan, olahraga secara berlebihan, serta cenderung menghindari makan bersama keluarga dan teman-teman.
Bagaimana cara mencegah Gangguan Makan?
Tidak ada cara pasti untuk mencegah gangguan makan, namun, ada beberapa upaya yang dapat membantu menumbuhkan perilaku makan yang sehat pada remaja, seperti: menerapkan pola pikir yang sehat dan seimbang terhadap pola makan, berat badan dan bentuk tubuh; menghilangkan pemikiran bahwa berat badan dan bentuk tubuh menentukan kesuksesan dan kebahagiaan; menanamkan pemahaman bahwa diet ketat bisa menyebabkan gangguan baik fisik maupun mental; mengonsumsi makanan bergizi seimbang; berolahraga secara rutin.
Sedangkan bagi orang tua, beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengurangi resiko terjadinya gangguan makan pada anak seperti: membiasakan makan bersama keluarga dan membicarakan pentingnya pola makan seimbang dengan porsi yang sewajarnya; meluangkan waktu untuk bicara dengan anak bahwa gangguan makan sangat berbahaya dan bukanlah gaya hidup yang sehat; menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dengan memuji penampilannya dan tidak mengejek tampilan fisiknya meski hanya bercanda.
Dalam rangka hari gizi nasional, kami menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar dapat menjaga pola makan bergizi seimbang dan olahraga rutin sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri terhadap bentuk dan berat tubuh. Dengan mengatur pola hidup yang sehat, maka akan menjauhkan diri kita dari gangguan makan dan menjadikan kita individu yang sehat lahir dan batin. []
-Salam Sehat Jiwa-