Banda Aceh – Kita memang tidak bisa memilih dari orang tua mana kita dilahirkan. Tapi kita bisa memilih tujuan hidup seperti apa yang kita inginkan. Ungkapan ini agaknya cocok untuk menggambarkan sosok salah seorang wisudawan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh yang diwisuda, Rabu (24/8/2022) di Gedung Auditorium Prof Ali Hasjmy Darussalam Banda Aceh.
Dia adalah Nurhazizah Nasution, wisudawan dari Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dia bersama 1.848 wisudawan lainnya diwisuda pada Semester Genap Tahun Akademik 2021/20022 yang dilaksanakan secara daring dan luring selama 3 (tiga) hari, pada tanggal 22-24 Agustus 2022.
Perempuan kelahiran, Trumon, 30 April 1998 ini lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,35 atau berpredikat sangat baik. Anak kedua dari pasangan Alm. Taufik Nasution dan Jabidah ini berhasil meraih gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP) dalam rentang waktu lima tahun.
Namun, yang menjadi inspirasi dan kisah hebat dari perempuan asal Kota Meulaboh, Aceh Barat ini bukan karena mampu menyelesaikan studi dengan predikat sangat baik dan ditempuh dalam 10 semester.
Tapi kisah perjalanan kehidupan dan proses mencapai gelar sarjana ini yang menjadi inspirasi dan contoh yang patut diteladani oleh sebagian mahasiswa yang bernasib sama atau pun lebih dari Nurhazizah.
Tidak berlebihan dan keliatan ungkapan ini benar, kita tidak bisa mengubah takdir Allah, namun kita bisa mengubah nasib. Nurhazizah kecil telah membuktikan, meski ia terlahir dari keluarga yang miskin dan dibesarkan di panti asuhan, dia juga berhak untuk sukses dan menyandang gelar sarjana.
Tinggal di Panti Asuhan
Lulusan Prodi Ilmu Perpustakaan ini, menceritakan bahwa masa kecilnya sangat sulit dilalui dan sudah terbiasa hidup susah. Sewaktu umur 4 (empat) tahun, ia sudah menjadi anak yatim.
“Setelah ayah meninggal, kehidupan ekonomi keluarga kami sangat memprihatinkan. Bahkan untuk makan saja susah. Saya bersama abang dan adek tinggal dengan nenek, karena mamak saat itu pergi tanpa kabar,” kata Nurhazizah sambil meneteskan air mata saat ditemui usai wisuda, Rabu (24/8/2022) sore di taman Fakultas Adab dan Humaniora kampus tersebut.
Dua tahun, setelah Ayahnya meninggal dan ditambah karena kondisi keluarga saat itu, ia dititip di Panti Asuhan SOS Childrens Village Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Sejak itu, ia harus hidup di Panti Asuhan dan pisah dari keluarga. Karena neneknya tidak punya biaya untuk menyekolahkannya.
Mulai saat itu, Nurazizah di sekolahkan oleh SOS Childrens Village Meulaboh melalui SOS Social Center sebuah program penguatan bagi keluarga, penyuluhan kesehatan, dan konsultasi psikologi. Program ini dirancang untuk memastikan anak-anak memiliki akses ke pelayanan penting, seperti akses pendidikan kesehatan dan mendapatkan dukungan secara psikologi.
Setelah menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 5 Meulaboh, Nurhazizah melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 3 Meulaboh dan SMK Negeri 3 Meulaboh.
“Usai tamat di SMK Negeri 3 Meulaboh, pihak yayasan menawarkan dua pilihan bagi anak-anak yang tinggal di panti, mau melanjutkan kuliah ke jenjang D-III atau kerja,” kenang Nurhazizah.
Saat itu, kata Nurhazizah ia memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, ia memilih Prodi Diploma Tiga (D-III) Ilmu Perpustakaan pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Hampir berhenti kuliah
Namun, Nurazizah kembali dibuat binggung dan frustasi. Pasalnya saat ia baru menyelesaikan semester lima di Prodi Diploma III Ilmu Perpustakaan, prodi itu berdasarkan kebijakan Menteri Agama RI harus ditutup.
“Saat proses perpindahan dari D3 ke S1 Ilmu Perpustakaan, saya harus berhenti kuliah karena tidak mungkin melanjutkan tanpa ada beasiswa dari yayasan SOS Childrens Village. Sesuai kesepakatan awal pihaknya hanya membantu biaya kuliah hanya 6 semester untuk jenjang Diploma,” kata Nurhazizah.
Lebih lanjut, Nurhazizah menjelaskan, ia sempat kebingungan bagaimana nasibnya setelah ini. Akhirnya, ia memberanikan diri bahwa semua orang berhak untuk sukses dan meraih gelar sarjana walaupun tanpa dukungan orang tua.
“Alhamdulillah saat kuliah UKT saya 900 ribu, dan tidak pernah mendapatkan beasiswa dari pihak lain, dukungan kawan-kawan terdekat saat membantu saya untuk kuliah,” kata Nurhazizah.
Di akhir cerita, Nurhazizah berpesan orang miskin juga berhak untuk sukses, semua tergantung pada usaha dan komitmen untuk mewujudkannya. Karena status sosial maupun ekonomi bukanlah halangan untuk meraih kesuksesan.
“Jangan minder, apapun status dan latar belakang kalian. Jalani, syukuri dan ikuti proses. Karena proses untuk mencapai kesuksesan setiap orang berbeda,” pesan Nurhazizah.
Tentu, perjalanan dan kisah hidup Nurhazizah mewujudkan mimpinya ini setidaknya menjadi inspirasi buat kita semua. Selamat wisuda Nurazizah, walaupun tanpa ditemani keluarga, kehadiran sahabat-sahabat di hari bersejarah kamu menjadi catatan kelak yang akan kamu kenang dan menjadi cerita. []